Kampus Sering Mengabaikan Peran Pers Mahasiswa
Jepret Tokoh

Kampus Sering Mengabaikan Peran Pers Mahasiswa

Disahkannya Peraturan Rektor Universitas Negeri Semarang Nomor 49 Tahun 2022 tentang Tata Cara Pembentukan dan Pendaftaran Organisasi dan Kegiatan Kemahasiswaan Unnes pada November tahun lalu mendapatkan kritik dari mahasiswa. Sebab, pembuatan peraturan rektor tersebut diduga tidak melibatkan kalangan mahasiswa, terlebih mereka yang berkecimpung di dalam organisasi kemahasiswaan (ormawa). Selain itu, peraturan tersebut juga dianggap tidak tersosialisasikan dengan baik.

Salah satu kritik itu disampaikan oleh sejumlah mahasiswa dari Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (BEM KM) Unnes dengan melakukan aksi di depan Gedung Rektorat Unnes pada 2 Mei lalu. Aksi itu dilakukan untuk memperingati Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas). Mereka menganggap Peraturan Rektor Unnes Nomor 49 Tahun 2022 tersebut “bermasalah”. Selain itu, mereka menganggap aturan tersebut berpotensi dijadikan alat oleh pimpinan kampus untuk meredam gerakan mahasiswa di Unnes. Pada pasal 6 huruf (g), misalnya, terdapat larangan bagi ormawa agar tidak mencemarkan nama baik dan/atau mencederai reputasi Unnes. Pasal tersebut dianggap karet lantaran dianggap tidak memiliki indikator yang pasti mengenai tindakan seperti apa yang bisa dianggap sebagai pencemaran nama baik maupun pencederaan reputasi kampus. 

Secara tidak langsung, peraturan rektor tersebut juga membuat posisi pers mahasiswa (persma) semakin rentan. Persma merupakan tempat bagi para mahasiswa melakukan kegiatan jurnalistik di dalam lingkungan kampus. Namun, sering kali persma menghadapi ancaman, seperti pembredelan, pembungkaman, dan kekerasan. Reporter Linikampus telah mewawancarai Dhia Al Uyun, anggota Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA), untuk membahas potensi ancaman setelah dikeluarkannya Peraturan Rektor Nomor 49 Tahun 2022 terhadap persma, terutama terkait ketentuan pencemaran nama baik kampus. 

Menurut Anda apakah Peraturan Rektor dalam Pasal Nomor 6 huruf (g) dapat mengancam persma? 

Dalam situasi tertentu, para otoritas kampus cenderung enggan menerima kritik dan lebih memilih untuk menjaga citra positif yang sesuai harapan. Oleh karena itu, hadirnya persma dengan pemberitaan negatif dapat dianggap sebagai ancaman bagi citra kampus tersebut.

Bagaimana pendapat Anda terkait independensi persma yang berada dalam kondisi harus selalu menjaga nama baik kampus?

Dalam konteks menjaga reputasi, penting untuk memahami bahwa definisi “baik” seringkali dipahami sesuai dengan standar atau kategori yang ditetapkan oleh institusi kampus itu sendiri, yang meliputi hal-hal yang terlihat menarik dan menyenangkan bagi mata. Sayangnya, kampus sering kali mengabaikan peran penting persma dalam memberikan kritik dan evaluasi terhadap institusi tersebut, meskipun hal ini sebenarnya merupakan bagian dari kebebasan akademik. Situasi tersebut menunjukkan bahwa tidak semua jenis kritik dan pendapat yang dilontarkan oleh persma dapat diterima oleh institusi kampus.

Menyoal “rektor” sebagai pelindung persma, bagaimana pendapat Anda?

Peran rektor dalam hal melindungi persma sebenarnya hanya memiliki nilai formalitas, karena tanggung jawabnya mencakup keseluruhan universitas. Oleh karena itu, institusi saja tidak dapat diandalkan karena undang-undang menuntut baik institusi maupun kementerian untuk memastikan kebebasan akademik dan kegiatan jurnalistik persma terlindungi. Namun, kedua pihak tersebut juga dapat terlibat menjadi pelaku dalam pelanggaran terhadap kebebasan akademik dan kegiatan jurnalistik persma, seperti kasus kehilangan liputan dan pembredelan.

Bagaimana pendapat Anda mengenai pemberitaan persma yang tidak selalu mendukung kebijakan kampus

Ditegaskan bahwa meskipun persma memiliki hak untuk menyatakan pandangannya, tetap diperlukan riset yang matang untuk menghindari klaim yang berpotensi melanggar hukum. Dalam hal ini, persma diharapkan dapat melakukan kajian terlebih dahulu sehingga dapat mengantisipasi potensi pelanggaran hukum dalam pandangannya.

Ancaman apa saja yang rentan dialami persma jika berani mengekspos isu-isu sensitif yang terjadi di kampus?

Terdapat beberapa dampak yang dapat terjadi, dimana persma harus siap menghadapi risiko jika lembaganya dibekukan.  Seperti pembekuan persma ini yang dapat mengganggu kegiatan  jurnalistik seperti peliputan, serta menimbulkan tekanan akademik seperti tidak mendapatkan bimbingan dalam tugas akhir, kesulitan memperoleh beasiswa, dan kendala dalam kegiatan kemahasiswaan. 

Terkait pembredelan persma kian hari cenderung meningkat, apa tanggapan Anda?

Dalam situasi dimana negara semakin cenderung otoriter dan menunjukkan tanda-tanda kekuasaan yang semakin dominan, institusi pendidikan seperti kampus semakin mudah dikuasai dalam kerangka pemikiran kekuasaan, yang pada akhirnya dapat mempengaruhi tindakan institusi seperti pembredelan persma.

Menurut laporan KIKA pada tahun 2023, terjadi peningkatan ancaman pada Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) atau persma sekitar 0,63% dibandingkan dengan angka sebelumnya, hal ini disebabkan oleh semakin terkooptasinya kampus oleh kekuasaan. Hal tersebut memudahkan kampus untuk dikendalikan dalam kerangka pemikiran kekuasaan, yang pada akhirnya dapat memunculkan kasus pembredelan seperti yang terjadi pada LPM Acta Surya dan LPM Lintas di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ambon. LPM Lintas mengalami tekanan hingga pembredelan setelah mengungkap kekerasan seksual di lingkungan kampus, hal ini merupakan bentuk tindakan yang keliru.  

Apakah status Unnes sebagai PTN-BH dapat meningkatkan potensi ancaman terhadap persma?

Jika persma beroperasi di bawah naungan Perguruan Tinggi Negeri-Berbadan Hukum (PTN-BH), maka fokus liputannya cenderung lebih ke dalam lingkup kampus. PTN-BH tunduk pada pengawasan lembaga tertentu dan statusnya dapat dicabut jika terjadi pelanggaran, sehingga sulit untuk memulihkan kembali status tersebut. Oleh karena itu, pihak kampus akan berusaha menunjukkan citra yang baik. Anggota persma harus lebih berhati-hati dalam situasi ini, mengingat potensi risiko yang terkait dengan kebebasan pers. 

Apa tips yang diberikan oleh Anda untuk melindungi pers mahasiswa dari laku represif?

  1. Menghindari merujuk pada tempat atau individu asli dapat dijadikan alternatif agar tidak terkena risiko hukum sesuai dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
  2. Redaksi memastikan bahwa proses penyusunan berita telah dilakukan dengan benar dan riset yang dilakukan telah melalui proses yang ketat. Tujuannya adalah untuk mencegah informasi yang tidak valid dan kemungkinan dimasalahkan oleh pihak yang berkepentingan.
  3. Penting bagi pers mahasiswa untuk menjaga networking dengan baik, terutama dengan rekan-rekan persma lainnya, agar dapat saling membantu saat terjadi situasi yang kurang menyenangkan.
  4. Untuk mengurangi dampak risiko yang mungkin dialami oleh individu yang terlibat dalam pelaporan berita, penting bagi persma untuk membagi risiko. Dengan, melakukan penjadwalan bagi seluruh reporter agar dapat termotivasi untuk menulis.

 

Narasumber: Dr. Dhia Al Uyun, SH., MH.

Ilustrasi Dr. Dhia Al Uyun, SH., MH. (BP2M/Tria)

Pengalaman:

  • Dosen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur
  • Koordinator Kaukus Indonesia Untuk Kebijakan Akademik (KIKA) 2021/2022
  • Penulis jurnal internasional Social Welfare for the Adoption of Displaced Children by Foreign Citizens. Atlantis Pers. 2020.
  • Penulis buku Hak Asasi Manusia Dialektika Universalisme vs Relativisme di Indonesia, CHRM Jember, 2017
  • Konsern terkait isu Hukum Tata Negara, Hukum Hak Asasi Manusia, Advokasi, Hak Minoritas, Filsafat Hukum dan Gender

Reporter: Aminatul Janah

Editor: Adinan Rizfauzi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *