Kamis (22/02) Aksi Kamisan Semarang mengadakan diskusi dengan mengundang Dandhy Dwi Laksono sebagai salah satu pembicara. Diskusi ini bertajuk ‘Setelah Dirty Vote, Majelis Rakyat Rebut Demokrasi’ dan diadakan di Aula B Kampus 1 Universitas PGRI Semarang (UPGRIS). Kegiatan tersebut mencakup pembacaan puisi, pertunjukan teater, dan Live Sketch.
Salah satu fokus pembahasan dalam diskusi adalah masalah nepotisme yang telah menjadi bagian dari budaya politik yang umum di Indonesia. Film Dirty Vote menjadi sorotan dalam diskusi ini setelah dipublikasikan pada Rabu (11/2) di saluran YouTube Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Indonesia.
Dhandy, yang merupakan sutradara dari film Dirty Vote, menjelaskan bahwa film tersebut mencerminkan realitas politik sehari-hari di Indonesia. Terutama terkait dengan masalah nepotisme yang sudah menjadi bagian dari budaya politik. Dia menekankan pentingnya kesadaran dan pengawasan terhadap kondisi politik, tanpa terpengaruh oleh keberadaan pemilu.
Selain itu, tujuan utama dari pembuatan film ini adalah untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang realitas politik di Indonesia. Dhandy menegaskan bahwa data dan riset yang disajikan dalam film tersebut adalah fakta yang dapat dipertanggungjawabkan, dan masyarakat berhak mendapatkannya.
“Pemilu bukanlah fokus utama pembuatan film ini. Kami ingin menyajikan gambaran kehidupan sehari-hari dalam politik dan memberikan informasi yang terverifikasi kepada masyarakat,” tambahnya.
Terakhir, Dhandy berharap agar film ini terus diputar untuk memberikan dampak positif dalam mengubah budaya politik di Indonesia.
“Film ini merupakan investasi dalam ranah sosial dan budaya untuk masa kini dan masa depan,” tegasnya.
Reporter : Ary Tama
Editor : Siska