Sidang putusan kasus pencemaran nama baik yang dilakukan oleh aktivis lingkungan Karimunjawa, Daniel Frits Maurits Tangkilisan digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jepara, Kamis (04/04). Dalam kasus ini, Daniel dijerat dengan pasal berlapis yaitu Pasal 45A ayat (2) jo Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang RI No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Sidang putusan ini diwarnai dengan aksi demonstrasi oleh massa aksi yang menuntut pembebasan terhadap Daniel. Aksi yang bertajuk “Geruduk Pengadilan Negeri Jepara” ini dimulai pada pukul 09.00 WIB dengan diikuti oleh lebih dari seratus orang massa aksi.
Berbagai pihak seperti Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Tengah, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang, Koalisi Kawal Lingkungan Hidup Indonesia Lestari (Kawali), Aksi Kamisan Semarang, dan berbagai pihak lainnya turut hadir untuk ikut menyuarakan tuntutan pembebasan Daniel dalam aksi ini.
Sekretaris Dewan Pengurus Wilayah (DPW) Koalisi Kawal Lingkungan Hidup Indonesia Lestari (Kawali) Jateng, Tri Hutomo, yang menjadi orator dalam aksi tersebut menjelaskan kronologi pelaporan Daniel sebagai tersangka kasus pencemaran nama baik ini. Menurutnya, pihak yang melaporkan Daniel dalam kasus ini merasa terancam dengan kritikan terkait tambak udang yang ditulis Daniel dalam sebuah komentar di media sosial. Ia menjelaskan bahwa awal mula kegaduhan ini terjadi pada 12 November 2022, ketika Daniel mengkritisi kondisi pencemaran Pantai Cemara melalui akun Facebook-nya. Pencemaran itu diakibatkan oleh limbah tambak udang ilegal yang terus berlanjut pasca pembersihan oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH).
“Daniel mengkritisi kerusakan lingkungan, pencemaran lingkungan di media sosial yang akhirnya saling berkomentar dan dicari celahnya oleh pihak lawan, pihak (atau) kelompok yang merasa terancam atas kritikan saudara Daniel sehingga kasus ini berlanjut,” ungkap Tri dalam sebuah orasi di halaman Gedung Pengadilan Negeri Jepara, Kamis (04/04).
Aksi yang dilaksanakan hingga pukul 14.00 WIB ini diawali dengan berkumpulnya massa di Taman Kerang, Jepara. Kemudian dilanjutkan dengan long march menuju PN Jepara pada pukul 10.00 WIB. Sebelum persidangan dimulai, massa aksi melakukan doa bersama menggunakan dupa di depan pagar gedung PN Jepara agar aksi dan persidangan berjalan dengan lancar.
Awwalia, peserta aksi yang berasal dari Universitas Islam Nahdlatul Ulama (Unisnu) menjelaskan kondisi saat aksi berlangsung. Menurutnya, aksi tersebut berjalan lancar hingga kemudian terjadi insiden penolakan oleh aparat yang berjaga di lokasi. Ia menyebut bahwa massa aksi yang hendak memasuki lapangan PN Jepara sempat mendapat penolakan dari pihak kepolisian yang berjaga mengamankan jalannya persidangan pada saat itu. Negosiasi pun dilakukan antara massa aksi dengan pihak PN Jepara, hingga pada pukul 10.30 WIB massa aksi diperbolehkan untuk memasuki lapangan PN Jepara dengan syarat harus tetap damai kondusif.
“Setelah bernegosiasi dengan Ketua PN alhamdulilah masyarakat itu dibolehkan buat masuk, tapi dengan syarat kita tetap damai, kita tetap kondusif,” jelasnya dalam sebuah wawancara melalui WhatsApp, Kamis (04/04).
Sidang putusan ini diakhiri dengan Daniel yang dinyatakan bersalah. Dalam dokumen Putusan Nomor 14/Pid. Sus/2024/PN Jpa, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jepara memvonis bersalah Daniel dengan hukuman tujuh bulan penjara dikurangi masa penahanan yang telah dijalani dan denda lima juta rupiah atau subsider 1 bulan. Daniel dianggap melanggar Pasal 45A ayat (2) jo Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang RI No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Meskipun lebih rendah dari tuntutan yang dilayangkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) yaitu sepuluh bulan penjara, massa pendukung Daniel yang hadir menyaksikan jalannya persidangan merasa kecewa dengan putusan tersebut.
Dalam sebuah wawancara dengan awak media, Vebrina yang merupakan bagian dari KontraS menyayangkan putusan majelis hakim tersebut. Ia lantas membandingkan putusan ini dengan putusan dalam kasus serupa yang menjerat Fatia-Haris. Menurutnya, putusan majelis hakim dalam persidangan ini sangat melukai dan menciptakan preseden buruk bagi penegakan hukum selanjutnya.
“Karena kan sebelumnya kita udah punya preseden baik loh, karena kasus Fatia-Haris tuh udah bebas. Dengan pertimbangannya, bahwa memang itu untuk lingkungan dan untuk kemaslahatan orang banyak, sayang sekali majelis hakim disini tidak mempertimbangkan amar putusan dari kasus Fatia-Haris,” jelasnya.
Dalam kesempatan tersebut, Vebrina pun menyebut bahwa kedepannya Ia bersama pihaknya akan terus mengawal amar putusan ini.
“Harapannya nggak berhenti disini, kita akan (mengawal), harapannya sih temen-temen di Jepara juga mau bareng-bareng terus juga menghadapi ini,” pungkasnya.
Setelah amar putusan dibacakan oleh majelis hakim, massa aksi mulai menyampaikan aspirasinya melalui orasi, puisi, teater, dan menyanyikan lagu di halaman Gedung Pengadilan Negeri Jepara. Massa dalam aksi tersebut juga membentangkan berbagai spanduk dan poster yang bertuliskan narasi dukungan untuk Daniel, seperti “Bebaskan Daniel!” dan tagar #HentikanKriminalisasi hingga aksi selesai digelar.
Reporter: Lidwina Nathania
Penulis: Lidwina Nathania (Magang BP2M) dan Muhamad Sopian
Editor: Laily Mukaromah