Aliansi Mahasiswa Universitas Negeri Semarang (Unnes) bersama Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (BEM KM) Unnes menggelar aksi penolakan kenaikan biaya Iuran Pengembangan Institusi (IPI) di depan Gedung Rektorat pada Selasa (7/5). Aksi yang dimulai dari pukul 11.18–14.00 WIB ini dihadiri oleh mahasiswa dari berbagai fakultas. Dibalik seruan aksi tersebut, ditemukan beberapa hambatan berupa intervensi dari pihak kampus yang dirasakan langsung oleh mahasiswa.
Berlangsungnya aksi tersebut dipicu karena Unnes memberlakukan IPI yang tarifnya lebih besar dari tahun sebelumnya. Oleh sebab itu, para mahasiswa beramai-ramai menyerbu gedung rektorat, sehingga mereka mendapat banyak intervensi.
Khafidz Baihaqi, Wakil Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (BEM KM) Unnes mengaku dirinya mendapat ancaman UU ITE karena salah satu postingan di akun Instagram BEM KM Unnes yang dinilai menyinggung pihak rektorat.
“Kita semua diancam dengan UU ITE atas pencemaran nama baik,” ungkapnya.
Hal serupa juga disampaikan oleh Abdul Rozaq Salis, Menteri Koordinator Bidang Sosial Politik (Menko Sospol) BEM KM Unnes, Ia mendapat laporan adanya intervensi berupa larangan terhadap BEM Fakultas Hukum (FH) mengikuti aksi ini hingga pemanggilan ketua BEM Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) oleh dekan.
“Contohnya Dekan FH secara langsung menyampaikan pesan agar BEM FH jangan sampai turun aksi. Lalu, dekan FISIP juga memanggil pihak BEM-nya,” ujar Salis.
Lebih parahnya lagi, Salis mengungkapkan bahwa adanya ancaman pencabutan KIP-K kepada mahasiswa jika ikut terlibat dalam aksi.
“Dari birokrat juga ikut mengintimidasi mahasiswa dengan upaya KIP-K bakal dicabut,” ungkapnya.
Bentuk intimidasi yang sama juga diungkapkan oleh Azis selaku mahasiswa Prodi Pendidikan Guru Paud. Ia mengatakan, “Seperti yg mau aksi diancam dengan pencabutan KIP-K. Padahal itu merupakan hak pendidikan setiap orang,” ujar Azis.
Selain itu, Seno mahasiswa FISIP juga mengalami intervensi di fakultasnya, seperti pemadaman listrik di tengah berlangsungnya panggung ekspresi saat menuntut penurunan biaya pendidikan.
“Di FISIP sendiri, kemarin kan menggelar panggung ekspresi dan di hari itu mendapat halangan berupa sabotase, listrik dimatikan. Lalu, PKM (Pusat Kegiatan Mahasiswa) yg biasanya sampe larut malam tapi dibatasi hingga jam 10 malam,” ujar Seno.
Begitupun yang dialami oleh Lula dan Widyatul, mahasiswi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) yang mendapat tekanan dari pihak dosen untuk tidak mengikuti demo di rektorat, melainkan harus memasuki kelas dan mengikuti perkuliahan secara luring. Lula menuturkan bahwa teman-temannya diharuskan masuk kelas oleh dosen, padahal biasanya kelas mata kuliah tersebut dilaksanakan secara daring.
“Dosen di FMIPA yang biasanya online tiba-tiba offline. Dari jurusan Lula sendiri itu disuruh presentasi sepanjang kelas,” tuturnya.
Widyatul menambahkan intervensi yang dialami, “Seperti dari jurusan FMIPA, harus ikut praktikum dan nggak dibolehin ikut aksi, walaupun selesai aksi mau nyusul dan datang pas dah di tengah-tengah praktikum,” ujar Widyatul.
Merujuk pada Surat Keputusan Rektor Unnes Nomor B/2082/UN37/HK.02/2024 yang juga diunggah dalam website Unnes. Bahwa tahun ini pemberlakuan IPI mencapai golongan 7 dengan besaran seratus juta rupiah. Pada tahun 2023 sendiri, IPI maksimal sebesar 25 juta rupiah. Mahasiswa baru yang memilih golongan IPI rendah, beranggapan kesempatan diterima di Unnes semakin kecil. Padahal pengenaan IPI seharusnya disesuaikan dengan kemampuan ekonomi. Sejalan dengan yang dikatakan oleh Khafidz, “Mahasiswa kan milih IPI-nya pas pendaftaran, akhirnya ada psikologis kalau milih IPI-nya rendah, dia takut ketolak. Makanya mereka milih IPI yang tinggi,” ujarnya.
Reporter: Lidwina Nathania (Magang BP2M), Anastasia Retno Pinasti (Magang BP2M), Laras Dwi Mufidah
Penulis: Lidwina Nathania (Magang BP2M), Anastasia Retno Pinasti (Magang BP2M), Laras Dwi Mufidah
Editor: Mirna Layli Dewi