Resensi Ulasan

Exhuma, Alarm Peringatan Jangan Melupakan Sejarah

Film Exhuma [Sumber: Showbox]
Film Exhuma [Sumber: Showbox]

Oleh: Laras Dwi Mufidah*

Identitas Film

Judul : Exhuma
Sutradara : Jang Jae-hyun
Genre : Misteri, horor, sejarah
Bahasa : Korea
Rilis : 28 Februari 2024 (Indonesia)
Durasi : 134 menit

Sebagai penonton The Priest (2015) karya sutradara Jang Jae-hyun, saya terkejut bahwa film Exhuma yang juga digarap oleh sutradara yang sama tidak sehoror yang diklaim. Alih-alih menyeramkan, Exhuma justru menampilkan potret trauma masyarakat Korea terhadap masa penjajahan Jepang. Cerita dimulai dengan perjalanan ekspedisi dua dukun yang diminta untuk ke Los Angeles oleh kliennya bernama Park Ji-yong. Park Ji-yong dan keluarganya kerap mendapatkan teror mimpi buruk, terlebih anaknya yang terus menangis sejak lahir. Hwa-rim, dukun wanita yang diperankan oleh Kim Go-eun mengatakan bahwa mungkin ada masalah yang terjadi pada almarhum Kakek Ji-yong. Bersama dukun Bong-gil yang diperankan oleh Lee Do-hyun, mereka meminta bantuan kepada ahli feng shui atau pengurus tanah untuk membongkar kuburan Kakek Ji-yong. 

Choi Min-sik, sebagai aktor senior menunjukan kepiawaian aktingnya menjadi Sang-deok, seorang ahli yang berpengalaman dalam ilmu feng shui. Bersama dengan koleganya, Yong-geun, yang diperankan oleh aktor Yoo Hee-jin, mereka diminta membersamai Hwa-rim dan Bong-gil untuk segera melakukan ritual pembongkaran makam Kakek Ji-yong. 

Sang-deok awalnya menolak pembongkaran makam Kakek Ji-yong karena banyak energi jahat di lahan kuburannya, namun Hwa Rim keukeuh ingin melakukannya karena bayaran yang dijanjikan pun tinggi. Esoknya, ritual pembongkaran makam dilakukan dan mereka berhasil memindahkan makamnya ke rumah sakit. Singkatnya, peti mati yang membungkus mayat kakek Ji-yong malah dibuka oleh oknum yang ingin mengincar harta di dalamnya. Akibatnya, arwah di dalam peti mati tersebut meneror para keturunannya termasuk Ji-yong sendiri. Untuk menghentikan teror dari arwah, mereka dengan cepat mengkremasi mayat.

Setelah menyelesaikan ritual pembongkaran makam, bayi Ji-yong di Los Angeles selamat dan berhenti menangis. Tidak berhenti di situ, Sang-deok mendapat kabar dari penggali kubur yang membantunya saat pembongkaran makam, ia sakit dan kerap dihantui mimpi buruk setelah ritual tersebut. Esoknya Sang-deok kembali ke lahan kuburan tersebut dan menemukan sesuatu yang aneh, lalu mencoba menggali dan menemukan peti mati lagi di dalamnya. Sang-deok melakukan diskusi dengan Hwa-rim, Bong-gil dan Yong-geun untuk memutuskan apakah mereka akan membongkar lagi kuburan tersebut atau tidak karena permintaan klien untuk menyembuhkan bayinya telah selesai. Banyak penentangan oleh Hwa-rim untuk menolak membongkar lagi kuburan tersebut, karena sebelumnya mayat kakek Ji-yong sudah memakan banyak korban bahkan keturunannya sendiri. Namun, Sang-deok beralasan ia harus membongkarnya untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi karena selain keturunannya pun (penggali kubur) tetap menjadi korban.  

Dengan durasi dua jam, setelah prolog di atas barulah Exhuma memasuki babak utama yaitu mengetahui apa rahasia di balik kuburan tersebut.

“We must protect the land where we will be buried someday and where our descendants must live”

Sang-deok mempertahankan keputusannya untuk tetap membongkar kuburan tersebut karena ia merasa harus melindungi tanah tempat mereka akan dikuburkan kelak, serta tempat keturunan mereka harus tinggal. Tanah air yang diwariskan untuk anak cucu kita nanti harus dijaga dan dilindungi agar aman untuk dihuni.

Pembukaan yang bagus untuk melandasi bagaimana karakter Sang-deok sangat patriotis. Sang-deok ingin mengingatkan kembali bagaimana Korea mendapatkan status kemerdekaannya, karena bahkan saat sudah merdeka, mereka masih mempunyai masalah dengan lahan yang memakan korban warga negaranya sendiri.

Trauma Masyarakat Korea Akan Imperialisme Jepang

Setelah setuju dengan Sang-deok, mereka melakukan pembongkaran makam lagi dan mendapatkan peti mati besar yang tertanam lurus sejajar bukan terbaring, beratnya tidak seperti manusia. Lalu dicarinya informasi mengenai sejarah lahan makam itu. Setelahnya, diketahui bahwa lahan tersebut sebelum digunakan mengubur kakek Ji-yong yang merupakan pejabat korea dahulu, adalah kuburan Jenderal Jepang yang kalah dalam perang saat penjajahan semenanjung Korea. 


Dalam film ini diceritakan bahwa peti besar tersebut merupakan sang jenderal yang dihukum oleh biksu, dengan mengubur hidup-hidup dan memasukan pasak besi di tubuhnya sebagai hukuman atas kalahnya Jepang pada masa itu. Penanaman pasak besi dipercaya untuk menandakan wilayah kekuasan, menanam kutukan dan menyebarkan energi negatif. Inilah mengapa pasak besi dikubur oleh biksu di pinggang harimau. Konon, Jepang ingin merusak feng shui Korea melalui penanaman pasak besi tersebut yang menyebabkan lokasi pinggang harimau menjadi perbatasan terpisahnya semenanjung Korea menjadi Korea Selatan dan Korea Utara.

Ilustrasi titik lokasi punggung harimau [Sumber: Embassy of the Republic of Korea to Norway]

Melalui plot tersebut, kita diingatkan kepada saat invasi Hideyoshi Toyotomi ke Korea Joseon dalam abad ke-16 dimana pada saat itu terdapat komandan perang Jepang yang berhasil menebas 10.000 prajurit Korea. Walaupun pada akhirnya Jepang kalah, melalui simbol pasak besi dalam film ini merupakan representasi bagaimana kolonialisme Jepang selama 35 tahun membatasi gerak dan menindas warga Korea. Rasa trauma atas dominasi Jepang dan peninggalannya menjadikan beban sejarah yang harus ditanggung oleh generasi berikutnya. Maka perjalanan masyarakat harus diimbangi dengan pemahaman tentang masa lalunya, membentuk tiap individu untuk menghargai para pendahulu negara telah perjuangkan. Agar kesalahan yang terjadi tidak terulang di masa depan serta menurunkan kemerdekaan ini kepada anak cucu kelak nanti.

Shaman Muda di Korea

Modern kini, perdukunan Korea juga harus berevolusi agar tetap bertahan. Digambarkan dalam film ini yaitu karakter Hwa-rim adalah representasi dari dukun generasi muda. Seringkali dukun generasi lama Korea digambarkan tidak hidup seperti orang biasa, dari mulai berpakaian, tempat tinggal, sedangkan melalui karakter Hwa-rim dukun muda digambarkan hidup layak dan dapat berpakaian modis seperti orang pada umumnya. 

Keempat anggota tim pemecah misteri makam terkutuk [Sumber: Showbox]

Sebagai Media Pelestarian Nama Pejuang Kemerdekaan Korea

“I wanted to summon the independence activists who sacrificed for the nation”. Dalam misinya mengingatkan sejarah, Jang Jae-hyun juga memberikan nama para karakter dalam film ini terinspirasi dari nama-nama aktivis kemerdekaan Korea. Lee Hwa-rim merupakan seorang aktivis perempuan anti Jepang yang bergabung dalam Korps Patriotik Korea pada masa penjajahan Jepang dan merupakan tentara relawan Joseon. Lalu nama Kim Sang-deok diambil dari aktivis dan mantan politisi yang berjasa atas pembebasan Korea dari Jepang. Sementara itu nama Yeong-geun juga terinspirasi dari seorang intelektual dinasti Joseon yang merupakan aktivis anti-Jepang. Nama Bong-gil juga terinspirasi dari aktivis kemerdekaan Korea, Yoon Bong-gil, sekaligus sang Guru bagi masyarakat Korea.

Film Sejarah Namun Tidak Membosankan

Penggunaan genre horor mampu menciptakan ketertarikan sendiri sebagai pembungkus cerita utama Exhuma. Tidak seperti format film sejarah pada umumnya yaitu langsung menggambarkan kejadian asli, Jae-hyun menghadirkan kolaborasi apik antara prolog yang berbalut horor namun tidak terburu-buru dengan cerita utama yang banyak mengandung sejarah namun diolah rapi dan masuk akal. Berkat akting para pemain yang berpengalaman, cerita Exhuma yang berat pun juga bisa dieksekusi dengan baik sehingga mampu menciptakan keseluruhan alur cerita yang hidup dan tidak membosankan.

Exhuma mendapatkan layar penayangan yang panjang di seluruh bioskop Indonesia. Diharapkan menjadi pengingat bahwa sejarah tidak boleh terlupakan dalam pertumbuhan masyarakat, sikap nasionalis tidak luntur semakin berkembangnya zaman. Setelah kemerdekaan yang didapat dari mengorbankan banyak orang, selanjutnya sebagai generasi muda diharuskan berani menentang tirani dan perubahan. Demi menjaga kemerdekaan untuk diwariskan kepada keturunan kita. Seperti kata Sang-deok, “We must protect the land where we will be buried someday and where our descendants must live”.

*Mahasiswa Ilmu Hukum 2022

    Tinggalkan Balasan

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *