Aksi solidaritas yang digelar oleh para petani dari berbagai wilayah di Jawa Tengah berlangsung di Semarang pada Senin (17/11/2025), tepatnya di depan Kepolisian Daerah Jawa Tengah (Jateng) dan kantor Gubernur Jateng. Masa aksi terdiri dari Paguyuban Petani Kawulo Alit Mandiri Dayunan, Organisasi Kembang Tani Batang, Aliansi Toplek Pendem Tolak Tambang Jepara. Turut bergabung para mahasiswa, serta jaringan masyarakat sipil dalam Persatuan Gerakan Rakyat Tani (PAGER TANI) Jawa Tengah. Mereka datang untuk menyuarakan pentingnya perlindungan hak-hak rakyat serta menuntut dihentikannya segala bentuk kriminalisasi terhadap pejuang lingkungan, buruh, dan petani.
Aksi dimulai pukul 11.30 WIB dengan long march dari Taman Budaya Raden Saleh (TBRS) menuju Polda Jateng dan Kantor Gubernur Jateng. Sepanjang perjalanan, massa membentangkan berbagai poster yang mewakili keresahan sekaligus tuntutan para petani. Sementara sebuah spanduk besar bertuliskan “Lawan Kriminalisasi Rakyat!” terhighlight dalam aksi tersebut. Hal ini menegaskan penolakan atas kriminalisasi yang dilakukan oleh aparat di tengah perjuangan rakyat. Di barisan depan, sejumlah peserta aksi dengan lantang menyuarakan seruan orasi yang menuntut dihentikannya praktik kriminalisasi terhadap pejuang lingkungan, buruh, dan petani.

Siti Rukhayatun, salah satu Aliansi Dukuh Toplek dan Pendem Tolak Tambang turut hadir. Ia menjelaskan bahwa laporan kriminalisasi terhadap sejumlah warga muncul setelah mereka berupaya menghentikan aktivitas tambang yang berada sangat dekat dengan permukiman. Ia menegaskan bahwa warga sama sekali tidak melakukan tindakan kekerasan.
“Kami tidak melakukan kekerasan kami mempertahankan tanah kami, apa salah?. Tiba-tiba dapat panggilan dari kepolisian,” ujarnya.
Keresahan warga semakin bertambah ketika tiga pejuang lingkungan menerima surat panggilan dari kepolisian. Status mereka kini masih dalam tahap penyidikan, namun hal itu sudah cukup membuat warga khawatir akan kemungkinan pemeriksaan lanjutan yang lebih berat.
Lebih lanjut, Siti Rukhayatun menggambarkan bahwa keberadaan tambang tersebut tidak hanya mengancam keselamatan warga karena lokasinya yang berbatasan dengan rumah-rumah penduduk, tetapi juga berdampak pada kelestarian lahan yang selama ini menjadi sumber penghidupan utama warga
“Galian tambang itu longsor ke bawah, lahan warga jadi ketimbun pasir. Kalau sudah begini, mau ditanami apa pun ya pasti nggak subur. Dulu sebelum ada tambang, kami bisa panen sampai tiga kali setahun. Sekarang, setahun cuman bisa sekali saja,” keluhnya.
Massa melanjutkan aksi dengan rangkaian orasi yang diwakili oleh petani dan massa aksi lainnya. Mereka menyampaikan tuntutan, mendesak kepolisian untuk menghentikan proses kriminalisasi terhadap pejuang lingkungan serta meminta pemerintah daerah menindak tegas perusahaan tambang yang mengancam keselamatan dan ruang hidup masyarakat.
Di tengah aksi, mereka juga melantunkan doa agar para tani dan pejuang lingkungan diberikan keselamatan dalam memerjuangkan lingkungan. Tak hanya itu, mereka juga melangsungkan tradisi brokohan. Tradisi ini melambangkan harapan agar hasil panennya tetap bisa mereka nikmati, ditengah perjuangan memertahankan tanahnya.
Abdul, salah seorang dari LBH Semarang yang turut mendampingi aksi, menegaskan bahwa pola kriminalisasi terhadap warga bukan fenomena baru dalam konflik agraria di Jawa Tengah.
“Kami datang untuk menuntut penghentian proses kriminalisasi. Saat ini ada sembilan orang pejuang lingkungan, beberapa diantaranya petani dan buruh yang sedang diproses secara hukum,” ujar Abdul.
Ia menekankan bahwa hukum seharusnya berpihak pada warga yang memperjuangkan lingkungan, bukan dijadikan alat kepentingan perusahaan. Abdul juga menyoroti motif dibalik laporan-laporan tersebut. Menurut dia, kriminalisasi kerap digunakan sebagai strategi untuk memperlemah gerakan warga dan membuka ruang bagi perusahaan.
Aksi tersebut ditutup sekitar pukul 17.00 WIB dengan penampilan musikalisasi puisi di depan kantor Gubernur Jateng. Penampilan ini sebagai simbol perlawanan dan harapan. Hujan yang deras, mendorong solidaritas massa aksi untuk berteduh di Taman Indonesia Kaya. Pada penghujung aksi, massa dengan tegas menyatakan komitmen akan mengawal kasus ini sampai kriminalisasi dihentikan dan keadilan di genggaman mereka.
Reporter: Alvi Lutviah Amini
Editor: Lidwina Nathania
