OpiniUncategorized

Sulur Nasionalisme Zaskia Gotik

Zaskia Gotik Hina Pancasila [Doc. gambar 3.bp.blogspot.com]

Oleh: Susi Lestari
Di tengah kesibukan mengerjakan skripsi, saya sempatkan waktu untuk menonton infotaiment, untuk selingan saja. Penasaran dengan jagad pemberitaan artis, barangkali beritanya sudah ada pembaharuan. Tidak melulu mengenai rekonstruksi “bermain pedang-pedangan” antara SJ dan korbannya atau berita Ayu Ting-ting dikabarkan sedang dekat dengan PNS. Beberapa menit menonton dan berganti channel berulang kali, saya menemukan berita yang cukup menyentak, menggelitik, dan membangkitkan gairah saya untuk ikut berkomentar. Berita itu tentang gurauan artis dangdut Indonesia, Zaskia Gotik, yang dinilai melecehkan lambang negara.
Kronologi singkatnya begini: Pada suatu segmen acara yang ditayangkan secara live,  Zaskia terlibat dalam sebuah game atau kuis bersama dua rekannya, Ayu Ting-Ting dan Julia Perez (Jupe). Dipandu oleh Denny Cagur, Zaskia diharuskan menjawab pertanyaan tentang Indonesia. Ketika ditanyai kapan Indonesia merdeka? Penyanyi geulis yang terkenal dengan aksi goyang itik itu menjawab tanggal 32 Agustus. Sebelumnya, ketika ditanya waktu Proklamasi Indonesia, Si Eneng dengan santai menjawab ‘setelah azan Subuh’. Dua jawaban asalnya hanya ditanggapi senyum oleh penonton yang sesekali meneriakkan jingle ‘eaaa – eaaa’membuat Zaskia semakin kebablasan. Pertanyaan terakhir terkait lambang sila kelima Pancasila, kemudian dijawab Zaskia dengan retorika kreatif, inovatif, dan asal jeplak, yakni ‘bebek nungging’.
Usai acara, Zaskia panen komentar; mulai dari cibiran, hujatan habis-habisan para netizen, sampai laporan pelanggaran atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, Lambang Negara, dan Lagu Kebangsaan. Zaskia dianggap telah melecehkan lambang negara. Akibat yang menimpa  Zaskia barangkali serupa dengan Della personel JKT 48 yang juga pernah dituding melecehkan negara. Sebagai pengamat amatir, saya tidak lantas memberi komentar yang membuat Si Eneng semakin tidak enak tidur. Saya pro dengan Pak Ahok, yang memilih bersikap bijak. Tidak membenarkan atau pun menyalahkan.
Menurut Ahok, Gubernur DKI Jakarta, ketika seseorang membuat sebuah lelucon, jangan langsung dihujat, sebaiknya ditegur terlebih dahulu. Ahok menilai lawakan Zaskia itu tidak ubahnya dengan menyebarkan ubahan sila Pancasila; Ketuhanan Yang Maha Esa diganti dengan Keuangan Yang Maha Esa. Bagi saya, menambahi pendapat Pak Ahok yang budiman dengan ajakan bermain pengandaian. Seandainya saya Zaskia Gotik, apa yang akan saya pikirkan?
Seandainya pada hari itu, saya (sebagai Zaskia) akan tampil disaksikan penonton mapun layar kaca. Ada segmen kuis dengan pertanyaan-pertanyaan seputar Indonesia. Kalau ditanya, pokoknya mesti bikin ketawa, janji saya. Saat pertanyaan pertama, kapan Indonesia merdeka? Saya bilang 32 Agustus. Saya pikir itu jawaban cerdas yang memicu tawa, meskipun sepertinya garing. Tidak banyak yang mengulum bibir. Lanjut ke pertanyaan kedua, kapan Proklamasi Indonesia? Sebenarnya saya sudah tahu. Tentu 17 Agustus pukul 10.00 WIB, tetapi kalau saya jawab biasa-biasa saja, tidak ada yang tertawa. Saya jawab saja, ‘setelah azan Subuh’, bukankah sama saja benar? Masa sudah pukul 10.00 WIB belum azan Subuh? Syukur, jawaban itu memicu gelak tawa penonton.
Pada pertanyaan pamungkas, saya lebih berani lagi. Tatkala Denny menanyakan apa lambang sila kelima Pancasila. Enteng saya menjawab, bebek nungging. Bukan maksud apa-apa. Saya tahu jawaban sebenarnya adalah padi dan kapas, tetapi menurut saya yang hidup di era serba ada ini, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia tidak hanya dilambangkan padi dan kapas. Padi sebagai mayoritas makanan pokok rakyat Indonesia dan kapas sebagai bahan untuk membuat kasur. Saya hanya ingin usul saja, bagaimana kalau bebek nungging dijadikan sebagai salah satu alternatif lambang sila kelima yang kekinian. Maksudnya, apakah Keadilan Sosial masyarakat Indonesia hanya sebatas pada nasi? Tidak boleh lebih? Misalnya dengan terpenuhinya lauk pauk sekelas sajian bebek; bebek bakar, bebek penyet, semur bebek, dan lainnya. Sementara itu, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia tidak hanya tersedianya kasur untuk tidur, melainkan kasur yang membuat pemiliknya bisa ‘nungging’ seperti keinginan mereka tanpa takut dan khawatir tentang persoalan biaya persalinan dan pendidikan anaknya kelak. Tidak bolehkah saya sebagai bagian dari masyarakat Indonesia meminta lebih?
Begitulah ketika bermain pengandaian; andai Saya Zaskia Gotik. Banyak sekali hal tidak pernah kita pikirkan sebelumnya. Pendapat selanjutnya yang juga tidak membenarkan pun menyalahkan adalah saya kira Zaskia Gotik itu ibarat pemantik yang dapat menyalakan api nasionalisme Indonesia yang kian redup. Ketika yang lain memilih menjadi penghujat, saya mengucapkan banyak terima kasih kepada Gotik yang telah memberanikan diri menjadi sulur nasionalisme Indonesia. Anthony D. Smith (2003) memandang bahwa nasionalisme akan tumbuh subur dalam suatu bingkai kesadaran dan sentimen. Kecintaan terhadap suatu negara bangsa akan muncul ketika sentimen itu naik.
Ada berbagai macam pemicu naiknya sentimen kesadaran nasional, misalnya keberadaan simbol dan mitos nasional yang menjadi kepemilikan bersama dirasa tidak dihargai atau dilecehkan. Pancasila adalah simbol dan mitos nasional milik bangsa Indonesia. Keberadaannya tidak bisa diganggu-gugat (fundamental) bahkan oleh bangsa Indonesia itu sendiri. Ada waktu di mana kadang sebagai bangsa Indonesia serasa tidak memiliki Pancasila. Cara-cara paling ekstrem untuk mengembalikan rasa kepemilikan itu adalah membuat Pancasila itu seakan sudah hilang dan tidak dihargai sebagaimana mestinya. Dalam bahasa kasarnya, Pancasila dilecehkan atau dihinakan. Peran Gotik di sini cukup besar untuk menyentuh sentiment-sentimen itu, yang pada akhirnya dapat memunculkan perasaan memiliki lagi.
Maka, tidak dapat dipungkiri meski saya tidak membenarkan atau menyalahkan, Si Eneng telah menjadi sulur tumbuhnya nasionalisme, khususnya di kalangan netizen yang berada di garda paling depan dan paling merasa bahwa Pancasila sedang dilecehkan. Meski begitu, seperti bola salju, kasus yang menimpa Zaskia Gotik akan terus bergulir. Saya sebagai pengamat berharap semoga Mba Zaskia diberi ketabahan, kemudian lekas meminta maaf kepada bangsa ini. Selalu ingat adagium, “mulutmu harimau-mu” yang sekarang masih berlaku. Selamat mengalahkan harimau-harimau, Mba Zaskia.
*Mahasiswa Jurusan Politik dan Kewarganegaraan Angkatan 2012 

Comment here