Survei Sikap Mahasiswa Universitas Negeri Semarang Terhadap Aksi Demonstrasi
Uncategorized

Harmonisasi Umat Beragama

Bagi sebagian
orang yang setiap hari memiliki rutinitas pekerjaan, baik di instansi maupun
perusahaan, hari libur menjadi sesuatu yang senantiasa dinantikan. Mereka akan
menggunakan waktu luang itu guna rehat sejenak dari aktivitas sehari-hari, atau bersua
dengan keluarga.
Pada bulan Mei 2014, barangkali hanya segelintir orang yang menyadari,
bahwa ada tiga tanggal merah (libur) sebagai hari besar agama tertentu; antara
lain: Hari Raya Waisak 2558, Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW, dan Kenaikan Isa
Almasih. Hal itu cukup menarik karena tiga perayaan agama dalam satu bulan
termasuk fenomena yang langka.
Bisa jadi ini merupakan skenario dari Tuhan yang ingin menunjukkan bahwa
kita memang hidup di dunia secara berdampingan. Meskipun, jelas berbeda
dalam cara pandangnya terhadap Tuhan, tata cara peribadatan, dan
ritual perayaan. Namun, perbedaan tersebut bukanlah masalah apabila kita dapat memaknainya secara benar. Kalau kita
menelisik lebih jauh, hari juga memuat unsur berdampingan antar agama. Jumat
menjadi hari besar agama Islam. Sabtu (Sabath) menjadi hari besar agama Yahudi.
Sedangkan ahad menjadi hari besar agama Nashrani.
Sejatinya Tuhan memang satu. Namun, cara pandang manusialah yang berbeda. Cara pandang tersebut melahirkan kepercayaan atau bisa disebut juga dengan
keimanan. Keimanan menjadi akar, dasar serta landasan perilaku manusia dalam
menjalankan kesehariannya. Perilakunya berpedoman pada kepercayaan yang
dimilki.
Salah satu ayat dalam kitab Al-Qur’an
menjelaskan bahwa Tuhan menciptakan bangsa, ras, bahasa yang berbeda-beda
dengan tujuan untuk saling mengenal. “Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa – bangsa dan bersuku-suku
supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di
 antara kamu di sisi Allah ialah orang
yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha
Mengenal.” (al-Hujuraat: 13).
Bisa jadi Tuhan berkehendak dengan segala perbedaan yang mewarnai kehidupan kita,
mulai dari ras, agama, suku, budaya, dan sebagainya, tetap menjadikan kita
berjalan beriringan mengarungi hidup sebagaimana kodrat manusia sebagai mahluk
sosial yang saling membutuhkan. Kemudian nantinya dapat menjalin sebuah
hubungan yang berjalan dengan harmonis dan teratur menurut nilai dan norma yang berlaku di masyarakat. Hubungan
tersebut tentunya dalam rangka untuk menciptakan sebuah keselarasan dalam
hidup.
Keselarasan tak akan terjadi dengan sendirinya tanpa ada upaya yang sungguh-sungguh dari setiap
elemen yang ada di masyarakat. Untuk mewujudkannya, dengan norma dan tata
aturan yang berlaku dapat menjadi panduan untuk terwujudnya hak dan kewajiban
yang menjadi pondasi keselarasan dalam hidup.
Menumbuhakan perdamaian di kalangan umat beragama merupakan suatu keharusan. Karena, pada kenyataannya kekerasan masih banyak
terjadi di mana-mana. Bukankah kekerasan adalah hal yang dibenci oleh setiap agama?

    Tinggalkan Balasan

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *