[Ilustrator BP2M/ Lala Nilawanti] |
Selasa lalu (24/4), Rumah Amal Lazis Universitas Negeri Semarang (Unnes) mengeluarkan surat edaran yang ditujukan kepada Ketua Koperasi Pegawai Republik Indonesia (KPRI) Handayani. Surat bernomor 559/HUM.3/RALU/IV/2018 tersebut berisi permohonan untuk melakukan pemotongan penghasilan dosen dan tendik Unnes untuk meningkatkan perhimpunan Zakat Infaq dan Shodaqoh (ZIS) Rumah Amal Lazis Unnes. Lazis Unnes mengajukan permohonan karena meningkatnya permintaan bantuan pembayaran Uang Kuliah Tunggal mahasiswa Unnes yang berkesulitan ekonomi kepada Rumah Lazis. Dalam surat disebutkan agar dilakukan pemotongan 2,5 persen dari gaji kotor dosen dan tendik Golongan III ke atas dan dana sertifikasi dosen mulai bulan Mei 2018.
Pemotongan gaji yang dilakukan secara tiba-tiba ini mendapat komentar dari para dosen dan tendik Unnes. Para dosen menyayangkan tidak adanya sosialisasi sebelum pemotongan dilakukan. Akhirnya, pada Senin (7/5), KPRI Handayani mengedarkan surat yang berisi pemberitahuan bahwa mulai bulan Juni pemotongan gaji akan dihentikan sampai batas waktu yang belum ditentukan. Ada tiga alasan dikeluarkannya surat tersebut. Pertama karena belum adanya sosialisasi ke seluruh dosen dan tendik yang akan dipotong gajinya. Kedua karena belum adanya kejelasan kesediaan adanya pemotongan dari yang bersangkutan. Ketiga banyaknya komplain dari dosen dan tendik yang gajinya dipotong..
Pemotongan Dulu, Baru Sosialisasi
Edy Purwanto, Ketua Rumah Amal Lazis Unnes mengatakan, pemotongan gaji memang dilakukan sebelum dilakukannya sosialisasi. Menurutnya ini hanya soal waktu, sebelum atau sesudahnya dianggap sama, yang berbeda terletak pada persepsi masing-masing orang. “Jadi rancangannya memang seperti itu, pemotongan dahulu kemudian sosialisasi,” kata Edy. Ia juga mengatakan, pemotongan ini memfasilitasi para dosen dan tendik untuk menyalurkan harta orang lain yang katutan di dalam penghasilan mereka, kepada pihak yang mebutuhkan.
Sebelum ini, pemotongan gaji untuk rumah amal dilakukan secara sukarela. Setiap dosen dibebaskan untuk menentukan besaran ZIS yang akan dikeluarkan. Namun hasil yang didapat ternyata sangat kecil. Maka dari itu, Martono, Wakil Rektor Bidang Umum dan Keuangan memutuskan untuk memotong penghasilan dosen dan tendik Unnes secara merata. Apabila kemudian ada yang tidak setuju, maka diperbolehkan untuk mengajukan keberatan, dan uangnya pun akan dikembalikan.
Martono juga menjelaskan, pemotongan gaji ini bukanlah suatu kebijakan melainkan sebuah imbauan kepada dosen dan tendik Unnes untuk menyisihkan pendapatannya dan diberikan ke rumah amal. “Rejeki yang kita peroleh sebagian adalah hak orang lain, jadi kita itu mengumpulkan hak-hak orang lain,” kata Martono. Ia juga menjelasakan bahwa imbauan ini tidak memaksa pihak yang sedang memiliki masalah ekonomi. Bahkan jika memang sedang mengalami kesulitan justru akan dibantu.
Sementara untuk sosialisasi terkait kebijakan pemotongan gaji tersebut sudah diberitahukan melalui dekan dari setiap fakultas pada Senin (30/04) lalu, saat berlangsung pertemuan bersama Rektor Unnes. “Sudah ada sosialisasi mengenai pemotongan ini. Dekan dari setiap fakultas diminta tolong menyampaikan terkait pemotongan ini,” ucap Martono. Namun sosialisasi kepada para dosen maupun tendik secara langsung memang tidak dilakukan. Mekanisme pemotongan gaji tersebut yaitu, gaji langsung dipotong sebesar 2,5 persen dari keseluruhan gaji. Setelah itu KPRI menyerahkan potongan tersebut ke Rumah Amal Lazis. Pihak Lazis kemudian memilah gaji dosen muslim dan yang non muslim. Bagi yang muslim akan tetap diberikan ke Lazis sementara yang non muslim akan diserahkan ke pengurus non muslim.
Perlu Musyawarah dan Pengkajian
Sugeng Hariyadi, Kepala Jurusan Psikologi, mengatakan bahwa sebagai seorang muslim, ia setuju dengan adanya pemotongan tersebut. Namun karena dilakukan dalam sebuah organisasi, maka perlu dilakukan sosialisasi dan persetujuan terlebih dahulu. Karena untuk masalah zakat, belum tentu semua dosen belum mengeluarkan zakat. “Jangan dianggap semua dosen belum melakukan zakat, sehingga dikeluarkan 2,5 persen semuanya di sini,” kata Sugeng.
Menurut Sugeng pemotongan yang dilakukan tanpa didahului sosialisasi ini terkesan tergesa-gesa. “Menurut saya tergesa-gesa, mestinya disosialisasikan seperti dulu,“ kata Sugeng. Pada saat Rumah Amal Lazis dibentuk, pemotongan gaji dosen pernah dilakukan. Hanya saja didahului dengan sosialisasi serta penandatangan formulir persetujuan dari pihak yang akan dipotong gajinya. Sosialisasi tersebut dilakukan di setiap fakultas.
Sugeng juga menyampaikan, alangkah lebih baiknya apabila sebelum melakukan pemotongan dilakukan pengkajian terlebih dahulu. “Apakah penerima beasiswa tersebut sudah tepat sasaran, itu perlu dilakukan pengkajian,” ungkapnya. Pengkajian perlu dilakukan pula terhadap para pendaftar beasiswa. Harus ada bukti secara empiris bahwa yang mendaftar tidak merekayasa persyaratan, namun sesuai dengan keadaan sebenarnya. Mekanisme penentuan jumlah potongan, menurutnya juga perlu dilakukan musyawarah terlebih dahulu dengan pihak-pihak yang akan dipotong gajinya. (ANM/DEA)