Rakyat Jawa Tengah Melawan (Rajam) menganggap audiensi yang dilakukan dengan pemerintah hanya formalitas. Hal inilah yang membuat mereka enggan duduk bersama dengan DPRD Jateng saat demonstrasi tolak Omnibus Law, Rabu (11/3).
“Diskusi hanya berujung menjadi tumpukan kertas di meja,” tutur M. Abidin, Koordinator Lapangan Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Semarang.
Abidin memberikan keterangan lebih lanjut soal pemerintah yang abai pada hasil-hasil audiensi bersama para demonstran. Pada Februari lalu, misalnya, aliansi buruh dan mahasiswa telah melakukan aksi dan audiensi di banyak kota atau kabupaten se-Jawa Tengah. Dari aksi-aksi tersebut, tidak ada tanggapan maupun tindak lanjut yang serius dari pemerintah.
“Sudah rahasia publik memang bahwa audiensi hanyalah formalitas,” lanjut Abidin.
Hal senada dijelaskan oleh Frans Napitu selaku Korlap dari Universitas Negeri Semarang (Unnes) yang satu komanda bersama Rajam. Menurut Frans, tidak ada audiensi untuk demonstrasi kali ini. Bersama Rajam, demonstrasi tolak Omnibus Law tersebut ditujukan untuk menekan DPR agar tak mengesahkan UU Cipta Kerja.
“Hari ini hanya pemanasan. Nanti kita kembali pada 23 Maret,” tegas Frans.
Baca Juga: KSBSI: Suara Buruh Bulat Tolak Omnibus Law
Keputusan yang diambil Rajam dan massa dari organisasi lain yang baru tiba pukul 12.35 memang berbeda dari demonstran yang sudah berada di depan Gedung DPRD Jateng. Sebelumnya, pendemo dari KSBSI sudah berorasi dan beraudiensi dengan perwakilan DPRD Jateng dari Komisi E. Ada dua poin yang didapatkan, yakni kesediaan DPRD untuk membawa tuntutan buruh ke Senayan dan pengadaan diskusi terbuka bagi seluruh elemen masyarakat.
Reporter: Alisa Qotrun, Safinatun Nikmah, Hafid Nafi Rozzaki, Tika
Editor: Ahmad Abu Rifa’i