Aksi Damai Aliansi Mahasiswa Papua Berujung Represi Aparat
Beranda Kabar Kilas

Aksi Damai Aliansi Mahasiswa Papua Berujung Represi Aparat

Sejumlah massa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) menggelar aksi demonstrasi damai dengan tema ‘‘Tutup PT Freeport, Tolak Otsus Jilid II, dan Berikan Hak Menentukan Nasib Sendiri sebagai Solusi Demokratis Bagi Bangsa West Papua’’. Aksi berlangsung di kawasan Patung Kuda Universitas Diponegoro Semarang, Rabu (7/4).

Rafael Yelemaken, juru bicara aksi mengatakan, “Dengan berbagai macam pelanggaran HAM, penganiayaan, pembantaian, pembunuhan dan perampasan tanah, maka kami tidak akan diam, akan terus melawan dan menyuarakan.”

Pada pukul 08.30 WIB, massa aksi, polisi, intel, dan TNI sudah ada di titik kumpul Pleburan Undip. Pukul 08.45 WIB, massa aksi diizinkan untuk melakukan aksi dan membacakan pernyataan sikap. Massa dikerumuni polisi sebanyak 300 orang, TNI 12 orang, dan intel sebanyak 50 orang.

Berdasarkan pernyataan tertulis dari AMP, saat massa aksi menyampaikan orasinya, pihak aparat justru mengalihkan orasi tersebut dengan memutar musik di titik aksi agar meredam massa aksi dari publik. Hingga pada pukul 10.30 WIB, salah satu  massa aksi diangkut ke mobil sabara. Walaupun demikian, massa aksi masih tetap melanjutkan orasi tersebut meski mendapat perlakuan represif oleh aparat.

Sementara itu, berdasarkan pernyataan tertulis dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang (7/4), 28 massa aksi mendapat perlakuan represif dan diangkut oleh seratusan personil kepolisian dari Polrestabes Semarang. Pihak AMP mengonfirmasikan bahwa 28 orang itu terdiri dari 7 orang perempuan, 20 laki-laki, dan 1 orang dari LBH Semarang.

Sebelum diangkut, kuasa hukum dari LBH Semarang, Ignatius Rhadite sempat membuka komunikasi dengan pihak kepolisian dan mengatakan bahwa aksi tersebut adalah hak masyarakat untuk menyampaikan pendapat di negara demokrasi.

Namun, pihak kepolisan justru membantah pernyataan tersebut dan mengatakan bahwa, “Kalau mau bicara soal hukum langsung ke Kasat Reskrim saja,” ujarnya. Setelah itu Rhadite langsung ditarik paksa dan lehernya kena sikut.

Pihak LBH Semarang juga menyatakan bahwa massa aksi lain juga mendapat perlakuan represif. “Ada yang ditarik bajunya sampai robek, bahkan salah satu massa aksi dikeroyok oleh anggota kepolisan, salah satu anggota memiting lehernya, dan anggota yang lain memukulinya sampai ia mendapat luka, memar, dan bengkak di bibir,” tulis LBH Semarang.

Massa aksi terluka karena tindakan represif oleh aparat. [Dok LBH Semarang]
Baju massa aksi robek karena tindakan represif aparat. [Dok LBH Semarang]

Salah satu massa aksi perempuan juga didorong dan terkena cakaran sampai tangan kirinya terluka. Selain itu, massa aksi yang lain juga dipaksa naik truk polisi dan diangkut ke Polrestabes Semarang.

Selain mengalami luka-luka, beberapa poster massa aksi juga dirampas, sepatu salah satu massa aksi rusak, telepon genggam dua massa aksi pecah hingga tidak bisa hidup lagi. Adapun mereka diangkut ke mobil sebelum membacakan pernyataan sikap dan tiba di Polrestabes pada pukul 11.10 WIB. Akhirnya mereka melakukan orasi politik di halaman Polrestabes Semarang.

Hampir satu jam lebih massa aksi ditahan di Polrestabes Semarang. Kemudian pada pukul 12.20 WIB, negosiator bersama pihak LBH Semarang bernegosiasi agar massa aksi dapat dibebaskan.

Ketika di Polrestabes, pihak kepolisan meminta identitas setiap massa aksi dan memaksa massa aksi untuk melakukan tes swab. Setelah melalui perdebatan yang panjang akhirnya sekitar pukul 13.00 WIB massa aksi diperbolehkan pulang karena harus mengikuti perkuliahan online.

 

Reporter: Iqda

Editor: Alya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *