Wajah Muram PGSD Ngaliyan
Beranda Berita Laporan Utama unnes Utama

Wajah Muram PGSD Ngaliyan

“Kami sebagai mahasiswa merasa dianaktirikan,” ujar Adi Tria Nugroho, mahasiswa Kampus Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) Ngaliyan.

Begitu memasuki gerbang Kampus PGSD Ngaliyan, terpampang monumen dengan tulisan “PGSD UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG”. Namun, tulisan yang menjadi simbol kampus cabang Unnes ini terlihat rancu. Musababnya, huruf V dan A yang seharusnya turut merangkai kalimat tersebut raib. 

Belakangan, Adi bersama rekannya, Irsyad Fadhil Musyaffa, mengatakan bahwa huruf-huruf yang terpampang di monumen tersebut hanya direkatkan oleh isolasi bolak-balik (double tape). Lantaran terkena paparan sinar matahari dan terpaan hujan, wajar saja jika perekat, yang tidak digunakan pada tempatnya itu kewalahan. 

Di sebelah kanan monumen, terdapat gedung auditorium. Jika dilihat dari samping kiri, tampak kayu penyangga genteng patah dan dibiarkan menggantung. Terlihat juga beberapa plafon pada gedung tersebut sudah jebol. Ada pula kaca yang masih terpasang di sisi belakang gedung mengalami retak-retak dan pecah.

Meskipun dengan kondisi seperti itu, gedung auditorium menjadi salah satu gedung yang masih digunakan oleh mahasiswa. Mereka kerap menggunakan gedung tersebut untuk berolahraga, rapat, beraudiensi, hingga menari. Untuk itu, siapa pun perlu was-was ketika berlalu-lalang di sekitar gedung tersebut. “Kayu (penyangga) gentengnya sudah mau lepas, mengkhawatirkan jika jatuh mengenai orang,” ungkap Agung Tri Munanjar, petugas keamanan Kampus PGSD Ngaliyan, Kamis (29/09).

Monumen PGSD Ngaliyan yang bagian huruf pada kalimatnya hanya direkatkan oleh isolasi bolak-balik. Akibatnya, sebagian huruf yang seharusnya menempel terlepas. [Rosida Nur/BP2M)
Minimnya Sarana dan Prasarana

Jika dilihat dari tata letaknya, ruang kelas Kampus PGSD Ngaliyan tersebar di dua lokasi. Lokasi pertama terletak di bagian muka kampus. Di sana, berdiri sebuah gedung dengan warna yang masih mencolok. Gedung dua lantai tersebut berisi 12 kelas. Karena baru diresmikan pada 2013 lalu, mahasiswa PGSD Ngaliyan kerap menyebut bagunan tersebut sebagai “gedung baru.”

Di bagian belakang gedung tersebut, terdapat beberapa gedung yang berdiri secara terpisah. Gedung-gedung itu lah yang disebut “gedung lama”. Secara keseluruhan, terdapat 26 kelas di gedung lama. Namun, beberapa kelas sudah tidak lagi dipakai. Sebagian beralih fungsi sebagai gudang atau dibiarkan terbengkalai. Total, sebanyak 19 kelas di gedung lama yang tidak layak pakai.

Perkelasnya, gedung baru bisa menampung 50 mahasiswa,  sedangkan gedung lama hanya sekitar 40 mahasiswa. Walaupun belum lama berdiri, gedung baru bukan berarti tanpa cacat. Mahasiswa PGSD Ngaliyan masih merasakan fasilitas yang “ampas” di gedung tersebut.

Merujuk pada laman portal data Unnes, jumlah mahasiswa aktif angkatan 2019 hingga 2022 di Kampus PGSD Ngaliyan sebanyak 1.982 mahasiswa. Dengan jumlah tersebut, muncul kekhawatiran jika seluruh perkuliahan di PGSD Ngaliyan diselenggarakan luring, maka kelas yang ada saat ini ada tidak bisa menampung mahasiswa secara keseluruhan. Apalagi kapasitas kelas di gedung lama tidak sebanyak gedung baru. “Sesungguhnya tidak muat jika (perkuliahan dilakukan secara) luring,” kata Fadhil, Jumat (18/08)

Saat ini, perkuliahan dapat diterapkan secara daring dengan pembatasan delapan kali pertemuan. Hal itu merujuk pada Surat Edaran tentang Kegiatan Akademik Semester Gasal Tahun 2022/2023 di Unnes. Namun, surat edaran tersebut tetap menyarankan perkuliahan dilakukan secara luring. “Perkuliahan diutamakan dilaksanakan secara luring dengan mengikuti protokol kesehatan dan dapat dilaksanakan secara daring sebanyak-banyaknya 8 kali pertemuan,” bunyi salah satu ketentuan pada surat edaran tersebut.

Salah satu ruangan di gedung lama yang diberi nama “bisma” terlihat tidak terawat dan terbengkalai. [Rosida Nur/BP2M)
Terbatasnya Fasilitas

Semester sebelumnya, sebelum ada surat edaran tentang kegiatan akademik di semester gasal yang mengutamakan pembelajaran secara luring, Kampus PGSD Ngaliyan sebenarnya sudah lebih dulu menerapkan pembelajaran luring. Hanya saja, tidak semua mata kuliah memberlakukannya. 

Terkait perkuliahan tersebut, terdapat penjadwalan tersendiri tentang perkuliahan luring. Mahasiswa PGSD Ngaliyan yang mendapatkan jadwal kuliah luring hanya menempati gedung baru untuk menjalani aktivitas pembelajaran. Dari situ, mahasiswa mengeluhkan minimnya fasilitas di kelas-kelas yang terletak di gedung tersebut.

Fadhil misalnya, ia mengatakan bahwa keadaan beberapa AC di ruang kelas gedung baru tidak layak pakai, alias mati. Mirisnya, remot AC pun hanya ada satu  untuk satu lantai. Selain itu, ia juga mengeluhkan soal tiadanya penghapus di beberapa ruang kelas. “Kami terpaksa harus menyobek kertas sebagai pengganti penghapus papan tulis,” ujar Fadhil seraya berlagak layaknya menyobek kertas dari buku.

Pengalaman Lugas Wicaksono lain lagi. Mahasiswa PGSD Ngaliyan angkatan 2020 tersebut mengatakan bahwa beberapa proyektor di kelas gedung baru kondisinya sudah tidak normal. “Ada yang tampilan cahayanya berwarna merah, kuning. Sudah tidak jernih lagi,” ungkapnya, Kamis (17/08).

Sementara itu, kondisi Gedung Pusat Kegiatan Mahasiswa (PKM) pun sama mirisnya. Fadhil, yang juga merupakan ketua Himpunan Mahasiswa (Hima) PGSD pun menceritakan bahwa lampu yang terpasang di gedung tersebut dibeli oleh ia dan rekan-rekannya sendiri. Kondisi plafon yang berlubang turut menghiasi gedung PKM yang sehari-harinya digunakan mahasiswa untuk urusan nonakademik, seperti berorganisasi.

Salah satu sisi bagian depan Gedung Auditorium PGSD Ngaliyan dengan kondisi plafon yang jebol. [Adinan/BP2M]
Kurang Perhatian dari Pimpinan Unnes 

Merasakan kondisi yang demikian, Fadhil menyinggung mengenai kondisi kampus pusat yang selalu mendapat perbaikan. Padahal, ia melihat kondisi kampus yang terletak di Sekaran tersebut sudah lebih baik ketimbang kampus cabang tempatnya berkuliah, yang berjarak 17 kilometer dari kampus pusat. “Kami juga ingin fasilitas kampus kami diperbaiki. Analoginya, jalanan yang diaspal mestinya hanya jalan yang sudah rusak, sedangkan jalan yang sudah bagus cukup dibiarkan,” ucapnya.

Adi Tria Nugroho, Mahasiswa yang juga menjadi Koordinator Wilayah Ngaliyan Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ilmu Pendidikan (BEM FIP) Unnes, juga mengaku bahwa para mahasiswa PGSD Ngaliyan merasa kurang mendapat keadilan. “Bukan hanya sarana dan prasarana yang kurang memadai, tetapi kami sebagai mahasiswa pun merasa dianaktirikan,” ujarnya, Jumat (18/08).

Berangkat dari keresahan bersama, mahasiswa PGSD Ngaliyan yang tergabung di Hima PGSD sempat mengadakan audiensi dengan pimpinan Unnes pada 15 Juni 2022. Kala itu, hadir Abdurrahman, Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan Unnes serta Martono yang saat itu masih menjabat sebagai Wakil Rektor Bidang Keuangan.

Pada audiensi tersebut, mereka mengangkat tiga persoalan utama, seperti ketidaklayakan fasilitas di Kampus PGSD; kurangnya sarana dan prasarana penunjang perkuliahan (webcam atau kamera untuk menerapkan perkuliahan hybrid dan soal kebersihan masjid); serta soal lokasi PGSD Ngaliyan yang terpisah dari Kampus Sekaran.

Namun, pada audiensi tersebut, jawaban Martono terkesan normatif dan tidak menjawab persoalan yang disuarakan mahasiswa yang ada. “Jawabannya masih sama. Mereka (sekedar) menampung aspirasi,” tutur Fadhil, yang saat itu hadir dalam audiensi.

Tak hanya melakukan audiensi dengan pimpinan di tingkat universitas, audiensi juga pernah dilakukan dengan pimpinan di Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) Unnes. Pada saat itu, Mahasiswa PGSD bahkan menampilkan foto-foto kondisi Kampus PGSD Ngaliyan di dalam power point yang kala itu mereka paparkan. Di audiensi itu, Edy Purwanto, Dekan FIP, menjanjikan akan ada perbaikan di kampus cabang tersebut. “Hanya saja prosesnya akan lama,” ucap Tazkiya Rahmatika, Mahasiswa PGSD Ngaliyan, menirukan jawaban Edy yang hadir di audiensi tersebut, Kamis (17/08).

Hingga tulisan ini dipublikasikan, Edy belum merespons pesan yang dilayangkan Linikampus ke nomor WhatsApp pribadinya. Pesan tersebut hanya memunculkan simbol centang dua berwarna biru, tanda bahwa pesan tersebut sudah terbaca.

Sebuah poster yang dibentangkan di sisi belakang monumen PGSD Ngaliyan pada saat pimpiman Unnes datang ke kampus tersebut untuk beraudiensi dengan mahasiswa pada 15 Juni 2022 [Adinan/BP2M]
Wacana Perbaikan PGSD Ngaliyan

Dengan berbagai upaya yang dilakukan mahasiswa, lambat laun kondisi Kampus PGSD Ngaliyan kian membaik. Fadhil bercerita kondisi masjid di kampus tersebut sudah lebih layak. Pembenahan plafon di masjid  yang sebelumnya jebol telah dilakukan. Begitupun dengan kebersihan di area gedung PKM yang bersebelahan dengan bangunan masjid. “Sebelumnya seperti kampus mati,” ungkap Fadhil.

Martono, yang saat ini duduk sebagai Rektor Unnes menyatakan dua skenario untuk menumpas persoalan di kampus PGSD Ngaliyan. Ia menuturkan ada rancangan yang memungkinkan PGSD Ngaliyan digabungkan di Kampus Pusat, yang terletak di Sekaran, Gunung Pati, Semarang. Namun, Martono mengungkapkan skenario ini mesti diikuti dengan merenovasi gedung yang terletak di FIP Unnes. “Dirobohkan, lalu dibangun lagi dengan delapan lantai,” lanjut Martono.

Cara kedua yaitu dengan tetap mempertahankan lokasi kampus di Jalan Beringin Raya, Wonosari, Ngaliyan, Semarang dengan catatan akan memperbaiki gedung-gedung yang sudah ada serta menambah empat gedung baru. Namun, saat ditanya realisasi dari wacana tersebut, Martono menjawab belum ada kepastian waktu mengenai pembangunan yang telah direncanakan. “Ditunggu saja dua atau tiga tahun ke depan,” imbuh Martono.

Sementara itu, Tazkiya mengharapkan pimpinan Unnes untuk tidak hanya melakukan pengadaan fasilitas dan pendirian gedung. Akan tetapi, juga melakukan pemeliharaan fasilitas yang saat ini sudah ada. “Berharap pihak kampus memberikan perawatan fasilitas yang lebih baik,” tutur mahasiswa PGSD Ngaliyan angkatan 2020 itu.

 

Reporter: Leni Septiani, Rosida Nur Kodarina, Vera Candra Prabaswati

Editor: Febi Nur Anggraini

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *