Massa aksi membentangkan spanduk tolak pengesahan RKUHP di depan Kantor DPRD Jawa Tengah, Senin (5/12). [BP2M/Alisa Qottrun]

Senin (5/12), Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Semarang bersama lembaga pers mahasiswa dan buruh melakukan aksi penolakan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) di depan kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Tengah. Beberapa pasal dalam rancangan produk hukum tersebut dinilai mengancam kebebasan pers.

AJI berpendapat pasal-pasal yang mengatur mengenai penyebaran atau pengembangan ajaran Marxisme-Leninisme dan paham lain, penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat presiden dan wakil presiden, serta penyiaran berita telah secara langsung mengancam kebebasan pers di Indonesia. 

Selain pasal tersebut, ada juga pasal mengenai pencemaran dan penghinaan terhadap kekuasaan umum dan lembaga negara yang masih problematis. Selain berpotensi mengancam kebebasan pers, deretan pasal tersebut juga mempersempit ruang bagi warga negara dalam mengemukakan pendapat dan kritik kepada pemerintah. 

“RKUHP mengancam jurnalis untuk memberitakan kebenaran. Penolakan harus dilakukan supaya jalan demokrasi di negara ini tidak ikut terancam,” kata Aris Mulyawan, ketua AJI Semarang. 

Tidak hanya mengancam kerja-kerja pers profesional, RKUHP juga mengancam keberadaan pers mahasiswa. Padahal, selama ini pers mahasiswa masih rentan terhadap kekerasan, salah satunya adalah intervensi dari pihak kampus. Pemecatan sejumlah anggota Pers Mahasiswa Suara USU yang menerbitkan cerpen tentang lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) pada 2019 lalu merupakan salah satunya. Selain itu, Pada Maret 2022, Pers Mahasiswa IAIN Ambon, LPM Lintas, juga mengalami pembredelan oleh pihak kampus setelah menerbitkan laporan berjudul “IAIN Ambon Rawan Pelecehan”. 

“Kerja-kerja kita (pers mahasiswa) telah sering diintervensi, apalagi setelah adanya RKUHP,” ucap Fikri, anggota LPM Missi, Universitas Islam Negeri Walisongo.

Dalam aksi ini, AJI mengambil tiga sikap, diantaranya mendesak Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah untuk mencabut 17 pasal yang bermasalah dari draf RKUHP versi 30 September 2022; mendesak DPR dan pemerintah untuk tidak terburu-buru mengesahkan RKUHP dan mengkaji ulang pasal-pasal bermasalah; serta mendesak DPR dan pemerintah untuk mendengar dan mengakomodasi masukan publik.

Aksi hari ini bukan kali pertama dilakukan. Dua hari sebelumnya, Sabtu (03/12) aksi penolakan RKUHP juga digelar di Tugu Muda, Semarang. Pada 28 November lalu, aksi dengan tajuk “Keliling Semarang Nyapu RKUHP” juga dilaksanakan untuk menolak pasal-pasal bermasalah yang dianggap anti demokrasi. 

 

Reporter : Alisa Qotturn Nada

Editor : Adinan Rizfauzi 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here