Kepolisian Resor Kota Besar (Polrestabes) Semarang membebaskan lima mahasiswa yang ditangkap dalam aksi tolak Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) karena tidak terbukti bersalah pada Kamis (13/04) malam. Sebelumnya, kelima mahasiswa itu ditangkap lantaran dianggap melakukan provokasi pada saat aksi bertajuk “UU Cipta Kerja Menyelamatkan Oligarki Menghabisi Demokrasi” berlangsung di depan Gedung Dewan Perwakilan Daerah (DPRD) Jawa Tengah, sore harinya.
Perwakilan LBH Semarang Ignatius Rhadite mengatakan kelima mahasiswa yang ditangkap dibawa ke Polrestabes Semarang pada pukul 18.00 WIB. Setelah enam jam menjalani pemeriksaan, status lima mahasiswa tersebut berubah menjadi saksi. Perubahan status tersebut, menurut Rhadite, menandakan kasus ini masih dapat menyeret terduga pelaku lain. Sekitar pukul 12 malam, kelima mahasiswa tersebut dibebaskan.
“Lima orang yang ditangkap itu dua dari Unnes, dua dari Unissula dan satu dari Undip. Setelah diperiksa, mereka tidak memiliki bukti adanya tindak pidana,” ungkap Rhadite yang juga sebagai pendamping korban.
Dilansir dari rilis pers yang diunggah di akun Instagram Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang, polisi melakukan penangkapan dengan menggunakan kekerasan yang mengakibatkan korban mengalami luka-luka. Kelimanya diduga mengalami sejumlah kekerasan, seperti penyeretan hingga pemukulan. Dalam upaya melakukan pengamanan, kepolisian juga menggunakan gas air mata yang mengakibatkan dua peserta aksi harus mendekam di rumah sakit.
Penangkapan yang dilakukan oleh aparat kepolisian juga dianggap telah menyalahi prosedur penangkapan. Menurut salah satu peserta aksi, Adib Saifin Nu’man, dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) pun menegaskan penangkapan harus mensyaratkan adanya surat penangkapan serta bukti yang cukup. Penangkapan ini juga dianggap sebagai aksi sporadis yang dilancarkan dengan dalih provokatif.
“Pembebasan mereka karena terbukti tidak adanya tindak pidana. Kepolisian menyalahi KUHAP seperti adanya syarat meliputi surat tugas, surat penangkapan dan bukti yang cukup,” ucap Adib.
Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (BEM KM) Universitas Negeri Semarang (Unnes) Fajar Rahmat Sidik menambahkan bahwa penangkapan tersebut dilakukan secara acak dan tanpa alasan yang jelas. Untuk itu, menurutnya, kelima mahasiswa memang harus dibebaskan karena tidak terdapat bukti dan alasan penangkapan yang cukup.
“Kami melihat betul dengan mata kepala sendiri, mereka ditangkap secara random, dan mereka dibebaskan karena terbukti tidak bersalah,” kata Fajar.
Muhammad Faris Balya, Presiden Mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang, berharap agar mahasiswa tidak berhenti mengupayakan penolakan UU Ciptaker hanya karena adanya peristiwa ini. “Harapannya kepada teman-teman agar gerakan kita tidak berhenti di titik ini karena perjalanan masih panjang,” pungkasnya.
Reporter: Novyana (Magang BP2M), Ary Tama (Magang BP2M), Laras Dwi Mufidah (Magang BP2M)
Editor: Adinan Rizfauzi