LINIKAMPUS Blog Kabar Kilas Ruang Hidup Terancam, Masyarakat Pesisir Jepara Perkuat Solidaritas Perlawanan
Kabar Kilas

Ruang Hidup Terancam, Masyarakat Pesisir Jepara Perkuat Solidaritas Perlawanan

Sesi Dialog Pesisiran “Membangun Kekuatan Bersama Melawan Tambang Pasir, Ancaman bagi Ruang Hidup Warga Pesisir” di Omah Sawah Watu Lumpang, Jepara, Jumat (20/12/2024). [Retno/Magang BP2M]

Sesi Dialog Pesisiran “Membangun Kekuatan Bersama Melawan Tambang Pasir, Ancaman bagi Ruang Hidup Warga Pesisir” di Omah Sawah Watu Lumpang, Jepara, Jumat (20/12/2024). [Retno/Magang BP2M]

alat makan ramah lingkungan

Koalisi Masyarakat Pesisir Jepara bersama dengan Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Islam Nahdlatul Ulama (BEM Unisnu) Jepara mengadakan Dialog Pesisiran 2024 dengan tema “Membangun Kekuatan Bersama Melawan Tambang Pasir, Ancaman bagi Ruang Hidup Warga Pesisir” di Omah Sawah Watu Lumpang pada Jumat (20/12/2024). 

Dialog tersebut diadakan sebagai bentuk keresahan masyarakat Jepara terhadap rencana aktivitas penambangan pasir laut yang diperkuat dengan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 terkait Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut.

“Persoalan tentang penambangan pasir laut diklaim dengan bahasa halus dalam (PP No 26 Tahun 2023). Pengelolaan hasil sedimentasi laut ada di 7 kawasan. Salah satunya perairan Demak yang mencakup Jepara juga,” tutur Adib, Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA). 

Dalam forum dialog tersebut, telah dilakukan konsolidasi untuk membahas persoalan penambangan pasir laut yang dinilai memicu kerusakan ekosistem dan mengganggu aktivitas masyarakat pesisir Jepara sebab titik terang tak kunjung ditemukan. 

“Semalam sudah diceritakan bahwa apabila penambangan pasir ini dilakukan, maka abrasi akan terjadi lebih hebat lagi sehingga perlu ditemukan titik terangnya,” ucap Daniel Frits, aktivis lingkungan asal Karimunjawa.  

Attaqy, Ketua Pelaksana Dialog Pesisiran menuturkan bahwa tujuan awal inisiasi dialog ialah memberikan kesadaran bersama terhadap persoalan tambang pasir laut yang sudah di ujung tanduk. 

“Saya kira, mengajak kolaborasi dengan aktivis-aktivis lingkungan di Jepara, kalau bisa menggandeng luar kota lebih bagus. Teman-teman yang belum tahu persoalan jadi tahu,” tutur Attaqy. 

Ia menambahkan “Selagi menghadirkan aktivis di Jepara, perlu untuk memperkuat solidaritas agar teman-teman yang hadir dapat menyatukan persepsi dan kegiatan ini akan terus berlanjut dengan pendalaman ilmu yang lebih baik.”

Senada dengan pernyataan Attaqy, KIARA berharap dari adanya gerakan ini perlu diadakan lingkaran diskusi secara masif di wilayah yang berpotensi terdampak oleh tambang pasir laut.

Anies, perempuan masyarakat Jepara menuturkan bahwa tujuan dari diskusi ini sebagai upaya untuk menyelesaikan keresahan lingkungan yang terjadi di masyarakat agar tetap terhubung dengan akademisi.

“Harusnya emang saling terhubung, saling mendukung, dan peran mereka sebenarnya sangat besar. Tapi, emang sangat jarang melibatkan mahasiswa dalam gerakan ini,” keluhnya.

Fahreza, Mahasiswa Program Studi Akuakultur Universitas Islam Nahdlatul Ulama Jepara yang turut hadir dalam forum berharap agar masyarakat sekitar perlu sadar bahwa Jepara sedang terancam dari eksploitasi pasir laut yang menimbulkan dampak yang merugikan bagi ekosistem dan masyarakat pesisir.

“Semoga, masyarakat sekitar bisa sadar kalau Jepara sedang terancam, kalau ga dari sekarang alam akan menjadi rusak terutama di wilayah pesisir,” harapnya.

Reporter : Lidwina Nathania, Retno Setiyowati (Magang BP2M), Vivin Santia (Magang BP2M)

Penulis : Lidwina Nathania, Vivin Santia (Magang BP2M)

Editor : Raihan Rahmat

Exit mobile version