LINIKAMPUS Blog Kabar Kilas Angkat Isu Darurat Iklim, Transparency Internasional dan Jajarannya Peringati Hari Antikorupsi Sedunia di Gedung Balai Bahasa Semeru
Kabar Kilas

Angkat Isu Darurat Iklim, Transparency Internasional dan Jajarannya Peringati Hari Antikorupsi Sedunia di Gedung Balai Bahasa Semeru

Sesi diskusi bertemakan korupsi dan darurat iklim pada Kamis (18/12/2025) [BP2M/Haidar]

Sesi diskusi bertemakan korupsi dan darurat iklim pada Kamis (18/12/2025) [BP2M/Haidar]

alat makan ramah lingkungan

Dalam rangka Peringatan Hari Antikorupsi Sedunia, gabungan dari Transparency Internasional, Trend Asia, Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) PP Muhammadiyah dan Pusat Telaah serta Informasi Regional Semarang (PATTIROS) menggelar Serasehan Darurat Iklim 2025 pada Kamis (18/12/2025) pukul 09.00-15.00 WIB di Gedung Balai Bahasa Semeru, Sendangmulyo, Semarang. Acara ini digelar sebagai wujud peringatan hari antikorupsi sedunia.

Acara ini dibagi menjadi tiga segmen yang dimulai dengan orasi dari Busyro Muqoddas mengenai darurat iklim di Indonesia. Mulai dari kerusakan alam akibat tambang di Halmahera hingga bencana yang terjadi di Aceh dan Sumatera beberapa pekan lalu. Selanjutnya Teroka Tapak bertajuk “Kisah Manusia dan Alamnya yang (Di) Rusak” dengan tiga narasumber warga terdampak langsung, yaitu Marzuki, Haryono, dan Joko. Ketiganya menceritakan bagaimana keresahan warga terdampak akibat tambang yang berdiri di kawasan mereka.  Kemudian dilanjutkan dengan Serasehan Hari Antikorupsi Internasional oleh Feri Amsari, J. Danang Widoyoko, Zakki Amali, Hotmauli Sidabalok dan Bhima Yudistira yang membahas korupsi dan kaitannya dengan alam di Indonesia. 

Naufal, selaku panitia Hari Antikorupsi Sedunia (HAKORDIA) 2025 menyampaikan bahwa peringatan kali ini memang secara khusus dikaitkan dengan darurat iklim. Korupsi menjadi salah satu dalang rusaknya lingkungan di Indonesia yang dipraktikkan dalam perizinan. 

“Korupsi dan lingkungan itu merupakan kesatuan yang memang bisa berseberangan ataupun beriringan, kita bisa melihat potensi korupsi itu juga melibatkan alam, seperti korupsi izin usaha pertambangan dan pembangunan” ungkapnya. 


Salah seorang petani di Desa Tegaldowo, Kecamatan Gunem, Kabupaten Rembang, Joko Priyanto melihat berbagai aktivitas tambang di Pegunungan Kendeng yang sedang dilakukan dalam skala besar. Ia memperingatkan akan dampak yang timbul dari aktivitas tersebut. Baginya perusakan lingkungan dan aktivitas pemerintah yang mengambil sumber daya alam berlebihan juga bagian dari bentuk korupsi. 

“Itu menurut kami juga bagian dari korupsi yang dilakukan oleh pemerintah saat ini. Mengambil sumber daya alam tanpa menyisakan sedikitpun demi anak cucu, juga bagian dari korupsi,” ujarnya.

Haryono, salah satu nelayan di Kabupaten Batang yang terdampak oleh pencemaran lingkungan dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batang, mengungkapkan keluhannya bahwa saat ini para nelayan mengalami kesulitan melaut karena terhalang oleh aktivitas kapal tongkang dari PLTU Batang. Ia juga menyayangkan sikap pemerintah yang tidak melakukan langkah sosialisasi kepada warga terkait dampak yang akan ditimbulkan oleh keberadaan PLTU Batang.

“Dari pemerintah itu nggak ada sosialisasi yang kena dampak sama warga, dari awal peletakan batu pertama tahun 2012,” jelasnya

Maka dari itu, besar harapan Haryono agar segera ada solusi bagi nelayan yang terdampak PLTU di wilayah mereka, baik pemantauan dari laut maupun lingkungannya. 

“Sekarang keinginannya untuk pemerintah itu harus melihat kondisi warga yang terdampak, harus ada pemantauan”

Selaras dengan Haryono, Marzuki selaku nelayan Tambakrejo berharap pemerintah mampu memberi perlindungan hukum yang kuat dan kepastian teknis akan regulasi yang dibuatnya, misalnya, relokasi rusunawa yang dipandang tidak memperhatikan kebutuhan masyarakat terdampak. 

“Kita nelayan, kita harus dekat dengan laut. Makanya kita mempunyai rumah di pinggir kali dan pesisir. Kalau kita di relokasi ke Rusunawa, jarak dari relokasi itu ada 10 km, perahu alat tangkap harus ditinggalkan. Kalau nggak ada yang jamin keamanan, kita harus kehilangan lagi.” pesannya pada awak media ketika diwawancarai 

Penulis: Haidar Ali, Vivin Santia, Nayla Faiqa (Magang) 

Exit mobile version