Jumat (24/06), Koalisi Rakyat Jawa Tengah menggelar aksi simbolik bertajuk “Demokrasi Dikebiri RKUHP Jadi Kunci” di depan Gedung DPRD Jawa Tengah. Aksi tersebut sebagai bentuk pemantik terhadap permasalahan yang terjadi mengenai isu Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).
Koordinator lapangan (korlap), Razan, menyampaikan empat poin penting tuntutan pelaksanaan aksi, yaitu: (1) Buka draf RKUHP terbaru secepatnya; (2) Tunda pengesahan RKUHP; (3) Dengarkan aspirasi dan libatkan partisipasi rakyat dalam pembahasan RKUHP; (4) Hapus atau perbaiki pasal-pasal bermasalah dalam RKUHP.
Secara garis besar, aksi ini dilaksanakan untuk menuntut adanya transparansi dalam proses pembentukannya (dari perencanaan sampai pengundangan), “Kami membutuhkan draf RKUHP yang terbaru karena adanya wacana pengesahan pada bulan Juli mendatang, sementara draf yang terbaru belum dikeluarkan, sehingga kami tidak mengetahui apa isinya,” ungkap Razan.
Razan juga menambahkan, adanya aksi ini sebagai pemantik kepada DPR untuk mengetahui ada rakyat yang peduli, mengawal, dan sebagai bentuk partisipasi rakyat. Sementara itu, apabila terjadi kegagalan pada aksi ini maka akan ada aksi lanjutan.
Salah satu peserta aksi, Reza Ardiansyah mengungkapkan harapannya, “Saya berharap agar pemerintah mau mendengarkan aspirasi rakyat untuk memberikan akses RKUHP yang terbaru sebelum melakukan pengesahan dan mau mengkaji pasal dengan melibatkan rakyat,” ungkap Reza.
Pada pukul 16.00 WIB peserta aksi melakukan aksi simbolik dengan membuat kuburan di depan Gedung DPRD. Kuburan itu lengkap dengan taburan bunga, payung hitam, dan nisan bertuliskan “Dewan Perwakilan Rakyat, lahir 29 Agustus 1945, Tidak Pernah Mendengarkan Aspirasi Rakyat”. Kuburan dalam artian bahwa DPR sudah “mati” adalah sebuah sindiran karena fungsi legislasinya yang sudah tidak ada.
“Aksi simbolik ini adalah sebuah rujukan atau pemantik yang ditujukan pada DPR, walaupun secara konstitusional DPRD tidak memiliki kewenangan. Namun, anggota DPRD juga sebagai kader partai. Dengan harapan, juga bisa menyampaikan aspirasi yang membawa kesejahteraan bagi masyarakat,” ujar Bima, anggota BEM FH UNDIP.
Bima juga menanyakan pengimplementasian UU No. 12 Tahun 2011 sebagai salah satu asas keterbukaan terhadap RKUHP ini. DPR belum memberikan akses untuk melihat RKUHP terbaru dan mengingat pada tahun 2019 lalu banyak ditemukan pasal yang bermasalah.
Aksi ini ditutup pada pukul 17.30 WIB dengan menyanyikan lagu “Buruh Tani” dan massa diarahkan untuk kembali menuju titik kumpul. Aksi simbolik di depan Gedung DPRD ini berjalan damai tanpa adanya tindakan anarkis baik dari peserta maupun aparat.
Reporter : Magang BP2M/Laily Mukaromah
Penulis : Magang BP2M/Siska Alfilia Nova
Editor : Rusdiyana