Uncategorized

Berpacu untuk (Tidak) Mati

WAKTU menjadi sangat
berharga. Saking berharga, mereka tak sempat bertanya kenapa mereka dilahirkan.
Secara genetik setiap orang dalam film ini berusia 25 tahun. Setelah mencapai
usia 25 tahun orang-orang harus bejuang untuk sekadar medapatkan hidup. Mereka
bekerja untuk mendapat usia. Sisa usia menjadi patokan harga. Uang hilang.
Siapapun jika mau ma­kan, harus bayar dengan usia.

Usia telah menjadi
menjadi mata uang. Orang-orang bekerja untuk mendapatkan usia dan membayar ke­tika
mecukupi kebutuhan. Propagan­da yang ingin dimunculkan adalah bahwa usia begitu
mahal. Konspirasi mencuat setelah Henry Hamilton mewariskan waktu yang ia
miliki ke­pada Will Salas yang diperankan oleh Justin Timberlake. Henry yang
telah hidup 106 tahun dan masih memiliki sisa usia seabad, memilih mewariskan
usianya.

Berbeda dengan yang
lain, bahwa mereka mati-matian untuk mencari usia. Tapi Henry menyiakan. Katan­ya
setiap manusia butuh mati. Dia sudah begitu lelah karena telah hidup
bertahun-tahun. Will tokoh utama dalam film ini memahami bahwa usia sangat
berharga. Dalam beberapa ta­hun ia harus berjuang untuk hidup. Setelah mendapat
warisan waktu dari Henry, ia sebenarnya ingin meraya­kan dengan Ibunya. Namun
belum sempat merayakan, Ibunya lebih dulu meninggal. Ibunya meninggal di
pangkuan Will setelah berlarikar­ena tak cukup membayar tarif bus.

Jika tarif bus tidak
naik mungkin mereka masih bisa bertemu. Takdir berkehendak lain. Will terus
berjalan, ia memutuskan untuk meninggalkan Ghetto menuju Greenwich, sebuah zona
lain bagi mereka yang memi­liki usia panjang. Dari sinilah Will mengetahui ada
kapitalis usia. Di Ghetto orang mati di pinggir aln su­dah biasa, di Greenwich
setiap orang menjalani hidup lebih santai.

Ketika tiba di
Greenwich Will diperhatikan oleh Sylvia Weis anak dari Philippe Weis. Philippe
Weis ada­lah konglomerat pemilik Bank yang memberikan layanan peminjaman usia.
Kepergian Will ke Greenwich tidak berjalan mulus. Ia dituduh oleh Penjaga Waktu
telah mencuri waktu dari Henry Hamilton. Walau Will telah menjelaskan kenyataan
bahwa Henry memang menginginkan mati dan mewariskan umurnya pada Will, Penjaga
Waktu tidak percaya.

Will melarikan diri
dengan men­culik Sylvia menuju Ghetto. Dengan sisa usia yang tak mencapai satu
hari, karena usia Sylvia dicuri Genk di Ghetto, mereka melanjutkan hidup. Dari
sini pengalaman dari seorang Will terlihat ketika mereka terjebak dalam suatu
situasi dimana mereka berdua akan mati.

Will dengan cekatan
mampu men­cari jalan keluar dari apa yang mereka alami. Sylvia terli­hat
ketakutan, kar­ena itu merupakan pengalaman perta­ma jika ia hampir meninggal.
Sylvia yang memang ja­rang mendapati umurnya tinggal satu hari terlihat
khawatir. Will ber­hasil meyakinkan Sylvia bahwa banyak hal yang bisa dilakukan
dalam waktu satu hari.

Romantisme muncul
dari film ini ketika Sylvia memilih mengikuti apa yang dilakukan Will. Mereka
meram­pok deposit usia satu miliar tahu yang disimpan Ayah Sylvia. Lalu mem­berikannya
kepada orang lain. Bagi Sylvia, keinginan untuk melakukan hal bodoh yang pernah
diucapkan ketika pertama meilhat Will men­jadi kenyataan. Namun ia tak kecewa
dengan apa yang ia lakukan. Hidup tanpa melakukan kesalahan berarti tidak
pernah mencoba apapun sama sekali.

Dalam film ini
setiap hal dikemas secara menarik. Namun ketergesaan terasa sangat peka dalam
perjalanan film ini. Pesan-pesan yang dimun­culkan juga masih sulit ditangkap.
Misalnya soal sistem yang dirancang dalam pelaksanaan sebuah wilayah dan proses
keadilan. Bisa jadi ini juga menjadi kritik yang ingin dimun­culkan dalam film
ini, bahwa sistem peradilan memang masih sulit untuk diterapkan karena kita
berhadapan dengan berbagai keinginan dan kebu­tuhan hidup dari berbagai
individu.

Justin Timberlake
dan Amanda Seyfried memerankan karakter mer­eka dengan baik. Wajah Justin yang
serius menjadikan karakter Will me­mang benar-benar orang yang terlahir dari
daerah Ghetto. Daerah dimana pencurian, perampokan dan pencar­ian terhadap
waktu getol dilakukan. Sementara Sylvia, memahami hidup­nya dengan kebahagiaan
dan hanya sekadar menjalaninya saja.

Yang menarik dari
film ini sebe­narnya dekonstruksi konsep uang. Orang-orang saat ini mati-matian
mengumpulkan uang sebanyak-ban­yaknya untuk memenuhi kebutuhan- -atau sekadar
melayani hasrat memi­liki. bagaimana jika uang itu diganti usia. Uang hilang.
Usia menjadi alat tukar. Mau makan, bayar dengan usiamu. Mau minum bayar dengan
usiamu. Jika kau punya usia 1 jam dan harga bir 30 menit, relakah kau
membelinya lalu mabuk selama 30 menit lalu mati? 

Oleh Aditya Rustama



sumber gambar 1

Comment here