LINIKAMPUS Blog Seni Film Kebutaan dalam Melihat
Film

Kebutaan dalam Melihat

Survei Sikap Mahasiswa Universitas Negeri Semarang Terhadap Aksi Demonstrasi
Salah satu adegan di film Her. [Sumber. Varuety.com]

Judul       : Her
Sutradara: Spike Jonze
Produser : Megan Ellison, Spike Jonze, Vincent Landay
Skenario : Spike Jonze
Pemain   : Joaquin Phoenix, Rooney Mara, Catherine Adams, Olivia Wilde, Scarlett Johansson
Genre     : romance sci-fi
Durasi    : 126 menit
Tahun     : 2013

Oleh Doni Darmawan

 

Di
zaman ini, zaman yang biasa disebut dengan Era Digital, teknologi sudah
memasuki segala sisi kehidupan manusia. Teknologi sudah menyediakan banyak hal
untuk mempermudah kehidupan kita. Kita bisa memesan tiket pesawat tanpa perlu
datang ke bandara atau agen penjual tiket, kita tidak harus datang ke pangkalan
ojek atau menghadang di pinggir jalan untuk naik ojek.Selain itu kita tetap bisa saling
berkomunikasi dengan orang yang bahkan ada di negara lain. Bisa kita akui bahwa
teknologi telah banyak membantu kita. Apalagi teknologi yang bernama internet
dengan salah satu produknya yang benama sosial media (sosmed).
Kita sebagai pengguna sosial
media sering lupa bahwa kita bukan sepenuhnya pemilik dari akun kita walaupun
sudah kita buat “private” atau “only me”. Tentu perusahaan si pemilik itu juga
bisa melihatnya, mereka bisa menggunakannya untuk kepentingan kemajuan platform
sosmednya atau bisa juga untuk kepentingan yang lain seperti yang dilakukan
sosmed Facebook beberapa waktu yang lalu. Kita lalai dan merasa bahwa itu
sepenuhnya milik kita.
Itu pula yang ingin diangkat
oleh Spike Jonze pada film garapannya, Her.
Semua bermula ketika Theodore (Joaquin Phoenix) sang protagonis, seorang duda kesepian
yang berkerja di perusahaan BeautifulHandwrittenLetters.com,
perusahaan jasa pembuatan surat dalam format tulisan tangan, berjalan dari
apartemennya untuk ke tempat kerja seketika melihat sebuah booth promosi dari sistem operasi komputer yang memiliki Artificial Intellegience  (AI) bernama OS1.
Setelah membeli dan
memasangnya di komputer, Theodore mendengar suara wanita dari komputernya yang
menagku bernama Samantha (Scarlett Johansson). Samantha adalah Voice Assistance untuk OS1 dengan AI
sehingga dia bisa berkembang sendirinya dan bisa memahami kebiasaan dari si pengguna. Seiring berjalannya cerita, Theodore dan Samantha saling menyukai dan mereka
akhirnya berhubungan.Tentu ini hal yang aneh bagi kita menganggap seorang
sedang berpacaran dengan seorang produk teknologi lain, tapi di film itu karakter
yang lainnya menganggap itu biasa saja kecuali mantan istrinya, Catherine. Ia mengindikasikan bahwa itu hal yang wajar. Teknologi telah melampaui batasannya.
Rasa
memiliki yang berlebihan
 Semua
masalah Theodore dan Samantha bermula ketika Samantha dimatikan untuk
pembeharuan. Theodore kebingungan. Ia bak seorang prajurit di tengah medan
perang yang kalang kabut ketika senjatanya hilang, berlarian dijalanan.Theodore mencari
hingga akhirnya sadar bahwa kekasihnya itu berbicara dengan
orang lain. Disaat waktu yang sama Theodore bicara dengan Samantha. Kecemburuan
muncul tatkala Samantha berbicara dengan 8.316 orang lainnya, bahkan Samantha
juga menaruh hati ke 641 orang lainnya. Semua berantakan.
Theodore
telah lupa bahwasannya dia hanya seorang pengguna jasa. Di sini seorang
pengguna OS1, yang tidak bisa memiliki seluruhnya walaupun ia sudah membeli
produk itu.  Rasa kepemilikan yang
berlebihan itulah yang membuat Theodore merasa terkhianati, dia menjadi
posesif.Kita tahu bahwa segala seseuatu perilaku yang dilakukan oleh manusia
selalu mempunyai alasannya atau background. Cuman banyak dari kita yang tidak ingin mengetahui permasalahan yang membuat
sikap itu muncul. Kita hanya menilai dari apa saja yang terlihihat oleh mata
kita tanpa menggunakan otak kita untuk mencari tahu kenapa manusia bisa
melakukan itu.
Untungnya
dalam film ini Spike Jonze tidak seperti itu, dia memberikan kita sebuah
background. Theodore memiliki perceraian yang tidak menyenangkan. Theodore
menikahi Catherine yang adalah sahabatnya sendiri. Mereka tumbuh bersama, tapi
hubungan itu semua hancur ketika karena mereka sering mempermasalahkan hal-hal
kecil dan saling menyalahkan.Bahkan di awal film, Theodore digambarkan belum
siap untuk menandatangani surat perceraian karena dia masih belum bisa menerima
hubungannya hancur hanya karena percekcokan seperti itu. Hal itulah yang
membuat Theodore menjadi seseorang yang posesif, ia tak ingin ditinggalkan lagi
oleh seseorang yang ia kasihi.
Kita
bisa melihat juga contoh di film Posesif,
sang protagonis memiliki sifat posesif yang dilatari oleh ibunya yang sering
memperlakukan kekerasanya kepadanya. Hal itu disebabkan oleh sang ayah yang
meninggalkan mereka sejak awal. Untungnya kekasih dari sang protagonis itu mau
untuk mendalami permasalahan sang kekasih dan akhirnya berdamai dengan sifat
sang protagonis. Semua sifat atau sesuatu yang dilakukan oleh manusia selalu
mempunyai sumber atau background.
Spike
Jonze bahkan memberikan contoh lain di Her,
sahabat Theodore, Amy (Amy Adams), bahkan juga sempat berpisah dengan Charles
(Matt Lestcher) karena sang suami adalah seorang perfeksionis yang berlebihan. Charles
berkerja sebagai ilmuwan. Kita diajari oleh film Her bahwasannya semua itu terjadi karena adanya alasan. Tinggal
kita saja mau atau tidak untuk menjelajahi hal itu. Mau atau tidak untuk berdamai
dengan sifat itu dan melakukan pembenahan secara bersama, atau justru memilih melanjutkan
peperangan yang tiada usai.
Mahasiswa Prodi Sastra Inggris 2016 
Universitas Negeri Semarang

 

Exit mobile version