Survei Sikap Mahasiswa Universitas Negeri Semarang Terhadap Aksi Demonstrasi
Beranda Opini Ulasan

Generasi Z: Si Paling Membandingkan Diri

Ilustrasi Generasi Z: Si Paling Membandingkan Diri [BP2M/Feby]
Ilustrasi Generasi Z: Si Paling Membandingkan Diri [BP2M/Feby]

 

Oleh: Noni Aprili Jasmine Amanda*

 

Generasi Z selalu menciptakan hal-hal unik yang tak ada habisnya untuk dibahas. Istilah generasi Z pada dasarnya merupakan pengelompokkan kelahiran dalam rentang tahun 1995-2010, atau usia sekitar 12-27 tahun. Generasi ini layaknya sebuah pepatah “Masa muda adalah penjelajahan diri paling hebat”.

Penjelajahan diri menjadi asas utama dalam terbentuknya kepribadian seseorang. Terlebih, saat ini generasi Z  tengah berada dalam arus lepas-landas percepatan teknologi. Kecanggihan teknologi mampu menyuguhkan berbagai tampilan maya yang juga dapat menimbulkan persepsi baru dalam pandangan anak muda.

Pergerakan teknologi yang makin canggih dan pesatnya perkembangan sosial media, menciptakan pandangan baru terhadap cara anak muda menikmati masa mudanya. Alih-alih mencari jati diri, tidak sedikit dari mereka sering terpengaruh dan melahap segala hal yang disuguhkan oleh sosial media, sehingga timbul perasaan membandingkan diri sendiri dengan orang lain.

Tidak dapat dipungkiri bahwa segala hal yang disuguhkan sosial media mampu memberikan dampak positif maupun negatif. Dalam hal ini, anak muda melalui lingkunganya telah menimbulkan interaksi yang sangat signifikan. Mereka lebih cenderung ingin memuaskan hak diri sendiri. Fenomena demikian membuat anak muda terbiasa berpikir secara polos tentang bagaimana setiap orang menemukan jati dirinya.

Tidak sedikit pula anggapan bahwa proses yang tampak pada diri orang lain didapat secara instan. Proses tersebut seperti memperbaiki finansial, meniti karir, memilih pasangan, hingga pembentukan penampilan.

Anak muda berkeinginan mencapai sesuatu secara cepat dan hasil yang tepat tanpa tahu proses sebenarnya.  Hal itu menjadi sebuah candu bagi mereka untuk melihat proses pada diri orang lain, yang kemudian diolah dan diterapkan pada kehidupan mereka. Mereka tahu porsi setiap orang berbeda-beda, maka timbulah perasaan membanding-bandingkan. Lantas, bagaimana semestinya sikap generasi Z sebagai anak muda saat ini?

Kenali diri lebih dalam

Setiap orang dapat mengenali diri lebih dalam melalui self-concept (konsep diri). Konsep diri berarti memberikan persepsi pada dirinya  sendiri yang didapatkan melalui interaksi lingkungan sosial, atau berfokus pada potensi-potensi yang dimiliki diri sendiri. Hal tersebut cocok dijadikan langkah untuk bisa mengenali diri lebih dalam.

Mengenali diri lebih dalam tentu saja berarti menghargai sepenuhnya kepemilikan diri, sehingga dapat termotivasi untuk terus maju ke arah yang lebih baik. Tak  ada yang salah mencintai diri apa adanya, timbang  membandingkannya dengan orang lain. Rasa percaya diri juga akan menipis jika tidak mengenali diri sendiri.

Belajar pada proses

Pencarian jati diri tak bisa didapat secara instan. Oleh karena itu,  kita tidak bisa melihat pencapaian orang lain hanya dari proses singkatnya saja. Tak ada yang salah melihat pencapaian orang lain, yang salah adalah ketika kita membandingkan proses diri sendiri dengan proses orang lain. Membangun proses secara perlahan terhadap kemamampuan dan kelebihan yang dimiliki adalah fokus utama yang harus terus dibangun, juga menanamkan prinsip bahwa proses merupakan pengalaman berharga yang membutuhkan waktu panjang.

Barangkali, apa yang diperlihatkan oleh mereka hanya hal-hal baik, namun malah terkesan sebagai sesuatu yang instan. Menjadi anak muda memang penuh dengan berbagai pengambilan keputusan dan mempelajari pengalaman, karena menjadi anak muda harus lebih peka terhadap keadaan lingkungannya, maka mengenali diri sedalamnya dan menghargai proses menjadi kunci agar tidak lagi hadir perasaan membandingkan diri sendiri.

 

Daftar Pustaka

Dalam kutipan Liputan 6, “Salah satu factor milenial dan generasi Z rentan stres ini karena overthinking. Semua dipikirin dan hobinya membandingkan diri dengan orang lain.” Oleh Tara Adhisti seorang Psikolog Klinis Dewasa saat pengenalan EF Ambassador 2020 di Jakarta Selatan, 5 Februari 2020.

 

Noni Aprili Jasmine Amanda [BP2M/Feby]
Noni Aprili Jasmine Amanda [BP2M/Feby]
*Mahasiswi Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Prodi Psikologi Pendidikan Islam

    Tinggalkan Balasan

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *