Survei Sikap Mahasiswa Universitas Negeri Semarang Terhadap Aksi Demonstrasi
Kabar Kilas

Kebijakan Baru Program Unnes Lantip, Giat, dan Prigel

Ilustrasi Kebijakan Baru Program Unnes Lantip Giat, dan Prigel [BP2M/Gallah]

Rabu (15/6), Universitas Negeri Semarang (Unnes) menyosialisasikan pelaksanaan program Unnes Lantip, Unnes Prigel, dan Unnes Giat melalui Surat Edaran (SE) Nomor B/4660/UN37/KM/2022. Program tersebut akan diselenggarakan pada semester gasal 2022/2023 dan ditujukan bagi mahasiswa semester tujuh yang belum menempuh program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM), khususnya untuk program rekognisi Kuliah Kerja Nyata (KKN) atau Pengenalan Lapangan Persekolahan (PLP), dan Pelatihan Kerja Lapangan (PKL). Dalam pelaksanaannya terdapat kebijakan baru yang diberlakukan pada tahap dua ini. 

Zaenuri, selaku Wakil Rektor Akademik mengatakan bahwa awalnya program tersebut dilaksanakan selama empat puluh hari. Akan tetapi, mengalami perubahan durasi pelaksanaan menjadi tiga bulan untuk Unnes Lantip dan Unnes Prigel serta dua bulan untuk Unnes Giat. 

Selain itu, dalam pelaksanaan  Unnes Lantip satu, sistemnya seperti Kampus Merdeka, sedangkan Unnes Lantip dua sistemnya seperti PLP. Pada Unnes Lantip satu tidak dilakukan koordinasi dengan dosen pembimbing dan terdapat proyek. Sebaliknya, pada Unnes Lantip dua dilakukan koordinasi bersama dosen pembimbing dan ditiadakannya proyek karena dinilai tidak cocok. 

“Pada Unnes Lantip satu terdapat proyek, sedangkan pada Unnes Lantip dua ini tidak ada, karena dirasa proyek tersebut tidak sesuai,” ujar Soedjatmiko selaku Lektor Kepala (Kepala Pusat Pengembangan KKN) FIK (17/6).

Bagi mahasiswa yang telah melaksanakan PKL dengan mekanisme yang dikelola oleh MBKM, maka dapat merekognisi Satuan Kredit Semester (SKS) dengan cara melaporkan hal tersebut kepada Kepala Program Studi (Kaprodi). Namun, jika PKL dilaksanakan secara mandiri oleh mahasiswa dan menggunakan sistem fakultas, serta tidak menghubungi pihak Kaprodi, maka PKL tersebut tidak diakui sebagai MBKM.

Ketika ingin direkognisi, mahasiswa harus melapor kepada Kaprodi. Jadi, yang membuat kontrak rekognisi adalah mahasiswa kemudian divalidasi oleh Kaprodi. Jadi, tidak bisa sembarangan tiba-tiba berangkat magang lalu meminta rekognisi,” ujar Zaenal Abidin, selaku Perwakilan Gugus MBKM (16/6).

Ia juga menjelaskan mengenai kondisi khusus Unnes Prigel dapat dilakukan dengan estimasi waktu 5-6 bulan adalah ketika prodi/fakultas dapat membuat dokumen kerja sama berupa Implementation of Arrangement (IA) dan menyusun Rencana Pembelajaran Semester (RPS) yang disepakati oleh kedua belah pihak.

“Jangan sampai mahasiswa apply sendiri selama 5-6 bulan dan tidak jelas program kerjanya apa ketika di sana. Hal itu yang mungkin belum dijelaskan oleh Gugus MBKM Fakultas,” tambahnya.

Sementara itu, Edi Kurniawan selaku Kepala Pusat Pengembangan KKN (Kepala Pusbang KKN) menjelaskan mengenai mekanisme ketiga program tersebut.

“Adanya ketiga program tersebut bukan berarti menggantikan program KKN, PLP dan PKL. Melainkan, ketiga program tersebut mencakup program KKN, PLP, dan PKL,” ujarnya (16/6).

Berdasarkan Surat Edaran (SE), pelaksanaan Unnes Lantip akan direkognisi sebanyak dua belas SKS, terdiri atas Mata Kuliah (MK) PLP empat SKS dan MK keprodian atau MK pengembangan prodi sebanyak delapan SKS. Unnes Prigel menempuh dua belas SKS, terdiri atas MK PKL empat SKS dan MK Keprodian atau MK pengembangan Prodi delapan SKS. Kemudian, Unnes Giat menempuh delapan SKS, terdiri atas MK KKN empat SKS dan MK keprodian atau MK pengembangan Prodi empat SKS. 

Program ini telah memfasilitasi mahasiswa untuk mendapatkan pengalaman terjun langsung ke lapangan. Namun, dalam pelaksanaannya program tersebut berlangsung secara bersamaan dengan aktivitas perkuliahan daring yang dinilai memberatkan mahasiswa.

Fika Nur Auralia mahasiswa Prodi Teknik Kimia angkatan 2019 yang mengikuti program Unnes Prigel mengatakan bahwa ia setuju dengan program ini (18/6). 

“Jika dibandingkan dengan program, seperti Kampus Merdeka. Maka di program ini kita dapat memperoleh beberapa benefit yang tidak kita dapatkan dari program sebelumnya. Misalnya mahasiswa mendapatkan pengalaman langsung ke lapangan. Jadi, selama  delapan semester kuliah, kita tidak hanya belajar dari ilmu yang digeluti saja,” katanya (18/6).

Ia juga menambahkan bahwa selain mendapatkan dampak positif, terdapat juga sisi negatif dari kegiatan ini. Menurutnya, program yang dilaksanakan bersamaan dengan aktivitas perkuliahan daring menyebabkan mahasiswa kewalahan. Ia berharap, pihak kampus memberikan keringanan seperti  dikonversikan ke mata kuliah atau memberikan keringanan terkait penugasan. 

 

Reporter: Magang BP2M/Mirna Layli Dewi & Magang BP2M/Salma Fadhilah Wulansari

Editor: Rusdiyana

    Tinggalkan Balasan

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *