Sejumlah mahasiswa dari berbagai fakultas meriung di Gedung Bundar Fakultas Hukum pada Jumat, 2 Juni 2023 lalu. Malam itu, mereka membincangkan Peraturan Rektor Nomor 49 Tahun 2022 yang tahun lalu sudah diteken Rektor Universitas Negeri Semarang (Unnes) Martono. Para mahasiswa yang saat itu berkumpul mempertanyakan keabsahan peraturan yang mengatur tata cara pembentukan, pendaftaran, dan kegiatan kemahasiswaan di Unnes tersebut.
Tidak heran jika mereka mempertanyakan keabsahan peraturan rektor bertarikh 23 November 2022 itu. Sebab, beberapa pihak menilai P eraturan Rektor Nomor 49 Tahun 2022 tentang Tata Cara Pembentukan, Pendaftaran, dan Kegiatan Kemahasiswaan Unnes (selanjutnya disingkat Peraturan Rektor Ormawa) dibuat secara kilat, minim transparansi, dan mengabaikan partisipasi mahasiswa. Zaenuri Mastur, Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan, pun mengakui penyusunan peraturan rektor itu dilakukan dengan cepat. Katanya, hal itu demi memenuhi syarat kampus yang belum lama beralih status menjadi Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN-BH).
Baca Juga: Peraturan Rektor terkait Organisasi dan Kegiatan Kemahasiswaan Jarang Diketahui Mahasiswa
Selain pada proses pembuatannya, substansi peraturannya pun juga tidak lepas dari perhatian mahasiswa. Peraturan rektor yang memuat 16 pasal itu dianggap masih compang-camping. Misalnya saja poin yang mengatur tentang larangan bagi organisasi mahasiswa (ormawa) untuk tidak mencemarkan nama baik atau merusak reputasi kampus.
Bayu Nugroho, Menteri Koordinator Bidang Analisis Kebijakan Publik Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (BEM KM) Unnes, menilai poin yang terdapat pada ayat (6) huruf g itu tidak memiliki indikator yang jelas. Hal itu, menurutnya, berpotensi membatasi ruang gerak ormawa di Unnes.
“Penggunaan frasa ini tergolong subjektif. Tidak ada indikator yang jelas mengenai apa yang dimaksud dengan pencemaran nama baik,” kata Bayu pada pertengahan April lalu. “Bahkan di UU ITE frasa tentang pencemaran nama baik ini banyak menggerogoti orang-orang yang konsen terhadap isu hak asasi manusia dan demokrasi.”
Sejalan dengan Bayu, Ketua Dewan Perwakilan Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (DPM KM) Unnes Farel Rifandanu juga mempersoalkan tidak adanya indikator yang jelas pada poin tersebut. Ia pun berandai-andai jika saja terdapat kasus korupsi di Unnes, “terus kita boleh berpendapat (soal korupsi itu) apa tidak? Apakah (pendapat) itu termasuk (mencederai) nama baik dan reputasi?”
Peraturan Rektor Ormawa juga mengatur soal pembatasan jam malam. Pasal (14) huruf b peraturan tersebut secara eksplisit memberi pembatasan kegiatan ormawa sampai pukul 22.00 WIB. Bakar, Ketua Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Sanggar Sastra (SS) Teater, menyebut aturan itu justru membuat ruang gerak mahasiswa kian menyempit.
Sejalan dengan apa yang dikatakan Bakar, Bayu juga menganggap poin soal pembatasan jam malam terlalu membatasi ormawa dalam berkegiatan. “Diskusi anak sospol kalau malam biasanya bisa selesai sampai pukul 12.00,” katanya. “Universitas secara langsung membatasi cara kita bekerja di Ormawa.”
Ketua Forum Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Wisnu Galang menyebut tidak masalah jika Ormawa melakukan kegiatan di atas pukul 22.00 WIB. Informasi itu ia dapati dari pertemuannya dengan pimpinan Unnes pada 14 April lalu. Namun, ia mengatakan kegiatan Ormawa di atas waktu yang sudah ditentukan harus memerlukan izin dari pembina. “Kemudian komunikasi sama petugas keamanan,” katanya saat ditemui di Gedung UKM Unnes pada pertengahan Mei silam.
Hal lain yang dipersoalkan sejumlah mahasiswa di dalam Peraturan Rektor Ormawa adalah pasal yang mengatur soal keberadaan Badan Semi Otonom (BSO). Bagian penjelasan pada pasal (1) dalam peraturan rektor tersebut mengartikan BSO sebagai organisasi kemahasiswaan di tingkat fakultas sebagai badan kelengkapan nonstruktural di bawah pembinaan BEM fakultas.
Zaki, Ketua Sekolah Kader Bangsa (SKB) mempertanyakan adanya pasal tersebut. Menurutnya, pasal itu sama sekali tidak memberikan kepastian pada organisasi yang ia pimpin. Sebab, pasal tersebut hanya mengatur keberadaan BSO di tingkat fakultas. Sedangkan SKB merupakan BSO tingkat universitas yang berada di bawah naungan BEM KM Unnes. “Saya rasa harus dirombak,” ujarnya saat ditanya melalui Whatsapp pada Jumat (14/07).
Selain itu, Farel Rifandanu, Ketua Dewan Perwakilan Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (DPM KM) Unnes, mengkhawatirkan penyebutan seperti yang ada pada pasal 1 itu dapat membuat kesalahpahaman pihak UKM yang berada di tingkat fakultas. “Karena mereka mungkin berpikir akan diubah menjadi BSO,” ujar Rifandanu, Rabu, 17 Mei, lalu.
Sejumlah UKM memang dapat ditemui di fakultas. UKM di tingkat fakultas itulah yang selama ini tidak berada di bawah naungan BEM fakultas. Peraturan Rektor Ormawa tidak mengakomodasi pendefinisian UKM tingkat fakultas.
Persoalan pemilihan umum raya (pemira) pun juga ditemui dalam peraturan rektor itu. Musababnya, penjelasan mengenai pemira sama sekali tidak menyinggung soal pemilihan ketua himpunan mahasiswa (hima) di tingkat jurusan atau program studi (prodi). Selain itu, aturan itu juga mengatur soal masa bakti Ormawa. “Masa bakti Ormawa mulai 1 Januari dan berakhir pada 31 Desember,” bunyi aturan itu pada pasal 12. Padahal, seperti yang terjadi sebelum-sebelumnya, Pemira baru dilaksanakan pada bulan Januari.
“Entah itu nanti pasal yang diganti atau Pemiranya yang kita atur biar sesuai dengan ini,” ucap Riskiyono, Ketua BEM FT Unnes, menanggapi pasal tersebut.
Tanggapan Pihak Kampus
Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan, Zaenuri Mastur, memberi tanggapan ihwal kegaduhan yang disebabkan oleh adanya Peraturan Rektor Ormawa itu. Khususnya pada poin yang mengatur pencemaran nama baik atau reputasi, ia mengatakan pembekuan bagi Ormawa yang melanggar tidak akan dilakukan dengan serta merta. Selain itu, pihaknya juga mengatakan pentingnya menetapkan prosedur pembekuan Ormawa.
“Pemanggilan akan dilakukan sebelum organisasi tersebut akhirnya dibekukan. Jika organisasi tersebut tetap melanggar setelah pemanggilan, maka pembekuan akan dilakukan,” ucap Zaenuri saat ditemui di kantor kerjanya di Gedung H, Jumat (19/05).
Dengan adanya poin itu, Zaenuri menyarankan agar Ormawa tidak tendensius. Ia mengatakan Ormawa bisa membicarakan langsung ke pihaknya jika muncul berita buruk soal kampus. “Lebih baik konfirmasi dan jangan sepihak,” katanya.
Soal pembatasan kegiatan mahasiswa sampai pukul 22.00 WIB, Zaenuri Mastur berpendapat aturan itu untuk menjaga keamanan dan mencegah adanya kelelahan bagi mahasiswa yang berkegiatan. Meskipun demikian, Zaenuri mengatakan dalam situasi tertentu, kampus bisa mempertimbangkan untuk memberi izin kegiatan mahasiswa sampai pukul 24.00 WIB. “Namun, dalam keadaan normal dan wajar, kegiatan harus selesai pada waktu yang telah ditentukan.”
Melalui pengamatan Linikampus pada Jumat, 16 Juni lalu, gerbang utama Unnes di Jalan Raya Banaran sudah dijaga ketat oleh petugas keamanan saat sudah melewati pukul 22.00 WIB. Petugas keamanan menanyai tiap mahasiswa yang melewati gerbang yang saat itu hanya dibuka selebar satu meter itu.
Mengenai pengaturan soal BSO, Bayu Triwibowo, Kepala Seksi Pengembangan Kemahasiswaan Unnes, menganggap itu sebagai bentuk penertiban ormawa. Ia melihat di beberapa fakultas, terdapat penyebutan nama yang berbeda soal keberadaan BSO. Dengan adanya peraturan rektor Ormawa, ia berharap hak tiap ormawa semakin bisa terlindungi, termasuk soal pendanaannya.
Baik Zaenuri Mastur maupun Bayu Triwibowo menyadari peraturan rektor yang mengatur soal ormawa ini masih memiliki kekurangan. Untuk itu, pihaknya memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk melakukan evaluasi ulang terhadap peraturan tersebut. Pernyataan serupa juga disampaikan pimpinan kampus saat beraudiensi dengan sejumlah mahasiswa pada Senin, 30 Mei 2023 lalu. “Kami terbuka untuk melakukan revisi jika diperlukan,” ujar Mastur.
Diskusi Hingga Audiensi
Dalam audiensi itu, hadir Zaenuri Mastur, Bayu Triwibowo, dan Benny Sumardiana. Dari pihak mahasiswa terdapat perwakilan dari BEM KM Unnes, BEM fakultas dan forum UKM.
Dihubungi secara terpisah pada Senin, 5 Juni lalu, Bayu Triwibowo mengatakan di persamuhan itu, kampus menerima setiap usulan pasal yang dipermasalahkan oleh mahasiswa. Ia juga mengatakan pihak kampus akan melakukan pertemuan serupa di kemudian hari. “Diskusi ini tidak bisa hanya satu kali, melainkan tiga sampai empat kali pertemuan,” ucap Triwibowo,
Selain menggelar diskusi di Gedung Bundar Fakultas Hukum pada Jumat, 2 Juni 2023 lalu, diskusi dengan tema “Rembuk Perrek: Revisi Pasal-Pasak Bermasalah Peraturan Rektor No. 49 Tahun 2022” juga pernah digelar di pelataran C7 FIS. Didatangi oleh berbagai perwakilan lembaga dan organisasi mahasiswa, forum tersebut berupaya memberi masukan terhadap pasal-pasal yang bermasalah.
Kenken Dimas Nugroho, Koordinator Departemen Sosial Politik BEM FIS, mengatakan pertemuan itu akan dilanjutkan dengan pembahasan secara formal. “Akan ada semacam kongres mahasiswa untuk membedah dan merevisi pasal per pasal,” ucapnya. “Nanti hasilnya akan diserahkan ke pimpinan (kampus).”
Kongres tersebut pun terlaksana pada Minggu, 6 Agustus 2023. Kongres yang dipimpin perwakilan DPM KM tersebut berbentuk Sidang Umum Mahasiswa. Digelar di Gedung PKM Unnes, sidang didatangi puluhan mahasiswa. Kegiatan itu berupaya mengakomodasi masukan-masukan yang sebelumnya sudah pernah didiskusikan mahasiswa di forum informal. Dalam sidang itu, Kementerian Aksi Media Propaganda BEM KM bertindak sebagai fasilitator.
Berdasarkan dokumen yang didapatkan Linikampus, terdapat beberapa perubahan pada draft peraturan rektor pasca adanya sidang. Misalnya, adanya penjelasan secara rinci mengenai UKM dan BSO baik di tingkat fakultas maupun universitas. Kemudian juga terdapat beberapa perubahan lain, seperti penghapusan frasa soal larangan pencemaran nama baik dan reputasi; dan pengecualian bagi Gedung PKM Unnes dan Fakultas agar tidak dikenai pembatasan jam malam. Pengecualian itu tercantum pada bagian penjelasan draft tersebut.
Selain itu, juga terdapat penghapusan poin soal larangan bagi ormawa untuk berafiliasi organisasi mahasiswa ekstra kampus dan larangan berkegiatan bagi mahasiswa untuk kepentingan organisasi masa. Kedua poin yang terdapat pada pasal 6 tersebut berubah menjadi frasa ormawa dilarang “berafiliasi dengan partai politik, dan organisasi lain yang dilarang pemerintah baik yang sekarang atau nanti”.
Vilani Indah, Sekretaris Kementerian Aksi Media Propaganda BEM KM Unnes, mengatakan belum mengetahui kapan draft hasil sidang akan diajukan ke pimpinan kampus sebagai bahan revisi Peraturan Rektor Ormawa yang sebelumnya. Menurutnya, hal tersebut sudah menjadi ranah Kementerian Advokasi dan Kesejahteraan BEM KM Unnes.
“Harusnya memang secepatnya, seminggu atau dua minggu setelah adanya sidang itu harusnya sudah ada audiensi biar gak basi juga,” kata Vilani pada Selasa, 8 Agustus silam.
Muhammad Zaidan, Menteri Advokasi dan Kesejahteraan Mahasiswa BEM KM Unnes, mengatakan draft hasil sidang akan diserahkan ke Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan pada Selasa, 15 Agustus, hari ini. “Insyaallah besok diserahkan,” kata Zaidan, saat dihubungi Linikampus pada Senin, 14 Agustus, kemarin.
Reporter: Izzata, Alifa, Afif
Editor: Adinan Rizfauzi