LINIKAMPUS Blog Kabar Kilas Lokovasia 2025, Harmoni Konservasi dan Inovasi Musik Tradisional Bergaung di Semarang
Beranda Berita Kabar Kilas

Lokovasia 2025, Harmoni Konservasi dan Inovasi Musik Tradisional Bergaung di Semarang

Pertunjukkan musik tradisional oleh salah satu peserta pada malam penutupan Lokovasia, Rabu (29/10/2025) [BP2M]

Pertunjukkan musik tradisional oleh salah satu peserta pada malam penutupan Lokovasia, Rabu (29/10/2025) [BP2M]

alat makan ramah lingkungan

Perhelatan musik yang menjadi penutupan Lokakarya Konservasi dan Inovasi Musik Tradisional Indonesia (Lokovasia) sukses di gelar di Taman Budaya Raden Saleh Semarang pada Rabu (29/10/2025). Program yang digelar sejak 11 juli 2025 tersebut diluncurkan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia (Kemendikbud Ristek RI) yang bekerjasama dengan Pemerintah Kota Semarang, Universitas Negeri semarang (Unnes), Goethe-Institut, serta Yayasan Musike SJ.

Setyawan Jayantoro, ketua panitia Lokovasia, menuturkan bahwa munculnya program ini dilatarbelakangi oleh tantangan globalisasi yang menuntut munculnya sikap kritis serta kemampuan untuk melahirkan para pakar musik yang memahami upaya pelestarian dan pengembangan musik tradisional.“Lokovasia hadir dengan komitmen mengembangkan budaya serta tradisi,” Ungkapnya ketika berpidato pada acara penutupan Lokovasia 2025.

Tahun ini menjadi penyelenggaraan Lokovasia yang ketiga. Dalam edisi kali ini, program tersebut berhasil menjaring dua komponis, enam grup musik, tiga musisi, dan dua peneliti musik, dengan total 13 grup dan individual terpilih yang telah dikurasi dari sekitar 900 pendaftar. Proses seleksi dilakukan secara ketat dengan melibatkan para mentor musik Lokovasia seperti Dieter Mack, Dewa Alit, dan Otto Sidharta. Ke-13 grup dan individu terpilih itulah yang akhirnya tampil pada puncak acara Lokovasia 2025.

Aziz, salah satu panitia menjelaskan bahwa tujuan utama Lokovasia adalah untuk mempertahankan musik tradisional di era tergerusnya budaya musik nenek moyang. Hal tersebut menjadi salah satu alasan Lokovasia berkolaborasi dengan Unnes sebagai kampus yang menjunjung nilai-nilai konservasi.

“Jadi upaya konservasi itu adalah bagaimana kita mengupayakan adanya musik tradisi yang 100% (asli),” jelasnya.

Terpilihnya Kota Semarang sebagai tuan rumah Lokovasia kali ini tidak lepas dari komitmen kota tersebut dalam pengembangan kebudayaan. Selain itu, Kota Semarang juga didukung oleh akomodasi yang tepat guna menyelenggarakan seluruh rangkaian kegiatan Lokovasia. Mulai dari ekshibisi di Unnes, showcase yang diselenggarakan di Kota Lama, hingga ditutup dengan pementasan musik tradisional di Taman Budaya Raden Saleh.

Dieter Mack, salah satu mentor Lokovasia asal Jerman menegaskan bahwa acara ini sangat penting untuk memperkuat kekayaan budaya di Indonesia. Tak hanya itu, Lokovasia juga menjadi ajang pertemuan budayawan dari seluruh Indonesia untuk saling mengenal dan bertukar budaya.

“Saya kira ini sangat penting untuk memperkuat kekayaan yang sebenarnya ada di negara ini,” tutur mentor yang memiliki darah Jerman tersebut.

Edukasi mengenai cara penggunaan musik tradisional juga menjadi salah satu manfaat dari terselenggaranya program ini. Muna dan Chika, dua pengunjung pada acara perhelatan musik, mengaku baru mengetahui cara penggunaan alat musik tradisional ketika menonton pertunjukkan tersebut.

“Ternyata saya banyak yang belum tahu kalau alat musik ini dimainkan dengan cara seperti ini,” tukasnya.

Untuk ke depannya, Lokovasia berencana untuk menyelenggarakan acara yang serupa namun bertempat di Kota Bandung, Jawa Barat, tutur Aziz. Ia turut menyampaikan harapan untuk kelangsungan Lokovasia kedepanya.

“Intinya tetap melanjutkan nafas-nafas Lokovasia, juga harus banyak menyadarkan masyarakat pentingnya melestarikan budaya kita sendiri, terlebih ke golongan-golongan muda,” imbuhnya.

Harapan juga disampaikan oleh Dieter Mack, mentor Lokovasia asal Jerman yang telah terlibat sejak tahun pertama diselenggarakannya Lokovasia. Mack menyoroti pentingnya memperpanjang proses kolaborasi antar seniman pada program Lokovasia. Menurutnya, karena waktu yang singkat, proses penampilan kolaboratif menjadi sedikit terasa dipaksakan. Ia menekankan bahwa durasi yang lebih panjang akan memungkinkan eksplorasi yang lebih mendalam dan hasil yang lebih optimal.

“Saya sangat mengharapkan punya lebih banyak waktu untuk bekerja sama dengan para musisi,” jelasnya.

Reporter dan penulis: Husain Akmal Faiz, Haidar Ali, Zahwa Zahira, Vivin Santia

Editor: Anastasia

Exit mobile version