Survei Sikap Mahasiswa Universitas Negeri Semarang Terhadap Aksi Demonstrasi
Uncategorized

Ketika Mahasiswa Mancanegara Menari Tari Jawa

Oleh Marfuah L Hikaru

Selepas Pentas– Dari kiri ke kanan: Manli (China), Tachizaki (Jepang), Angela (Amerika Serikat), Nini (Thailand), Hien (Vietnam), Birute (Eropa), Guida (Eropa). 
 “Kami di sini menjadi kaya, bukan banyak uang, tapi kami kaya pengalaman baru, kaya seni budaya dan yang terpenting kaya persahabatan dengan orang di sini yang baik hati dan ramah.”

Senyum merekah di wajah Angela. Ia memakai jarik dipadukan busana rompi, selendang kuning, lengkap dengan aksesori lainnya. Tidak lupa, mahkota emas menghiasi rambut hitamnya yang disanggul membuatnya nampak menawan. Siapa yang menyangka, perempuan berbusana khas penari Golek Manis ini adalah mahasiswa asal Los Angeles, Amerika Serikat. Ya, mahasiswa bule asal Amerika Serikat ini tidak berambut pirang, melainkan berambut hitam dan berwajah oriental. 

Secara sepintas dari kejauhan ia seperti orang Jawa. Angela Arunarsirakul begitu nama panjangnya, ia merupakan warga Amerika Serikat keturunan Thailand dan Kamboja. Genap sudah satu tahun ia mempelajari budaya Indonesia di Unnes beserta 14 mahasiswa asing penerima beasiswa darmasiswa yang ditugaskan belajar budaya di Indonesia selama satu tahun yang tersebar di berbagai PT di Indonesia.

Pagi itu di area terbuka depan auditorium saat acara perpisahan mahasiswa asing di Unnes adalah pagi yang mengesankan bagi Angela dan lima temannya yaitu Asuka Tachizaki (Jepang), Guida Carvalho (Spanyol), Thu Hien (Vietnam), Manli (China), Birute (Eropa). Meski nampak kurang luwes saat menari, namun mereka dengan senyum dan percaya diri menari di depan para dosen dan penonton di sana termasuk  mahasiswa baru yang sedang melakukan registrasi di gedung auditorium, Rabu (25/6).
Angela mengaku, butuh waktu 6 bulan untuk bisa menari tarian Jawa ini. “This is nice, kami belajar tari Golek Manis selama satu semester. Ini pengalaman pertama saya, jadi tidak begitu halus saat menari,” ungkap Angela dengan bahasa Indonesia yang terbilang lancar untuk penutur asing yang baru belajar bahasa Indonesia selama satu tahun ini.

 Sebelum menari, Angela mewakili teman-teman asing lainnya memberikan kesan pesan  mengenai pengalamannya belajar budaya Indonesia selama satu tahun. “Saya bersyukur, dulu saya belum bisa berbahasa Indonesia apalagi bahasa Jawa. Sekarang saya mempunyai pengalaman bernyanyi karawitan, bermain gending, membuat batik, dan bahkan bahasa sansakerta. Semua itu hal baru untuk saya,” tambahnya sambil memperlihatkan batik bergambar tokoh wayang Semar buatannya.
Menurut penggemar masakan opor ayam dan jajan pasar onde-onde ini bercerita pengalamannya tentang cross culture understanding. Salah satunya tentang tepat waktu. “Waktu di sini tidak tetap ya? Jika ada janji jam 9 itu artinya jam 10. Lebih baik jika bisa menghormati waktu orang lain ya?” katanya sambil terkekeh.
Tidak hanya itu, melakukan kegiatan pribadi bersama-sama saat melakukan kegiatan apapun di kos atau di kampus awalnya membuatnya tidak terbiasa. Hal itu dikarenakan ketika di Amerika Serikat ia melakukan kegiatan pribadinya sendiri misalnya belanja, pergi ke kampus, atau olahraga. “Ketika saya pergi joging sendirian, ada yang bertanya kenapa pergi sendiri?” tuturnya.
 Setelah selesai belajar budaya di Unnes, Angela ingin lebih lama di Indonesia dengan menjadi tenaga pengajar bahasa Inggris di UGM mulai Agustus sampai Juni tahun depan. “Saya senang hidup di kota dengan banyak budaya. Semua itu membentuk kami sekaran dan untuk semua kenangan itu kami terima kasih. Matur suwun,” katanya menutup sambutannya di atas podium.
  
Ia pun berjalan anggun dengan langkah kecil-kecil dikarenakan kain jarik yang membatasi langkahnya. Ia kembali bergabung dengan lima temannya di belakang panggung, dan bersiap untuk menari. Iya, menari. Bule menari tarian Jawa.[]

    Tinggalkan Balasan

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *