Survei Sikap Mahasiswa Universitas Negeri Semarang Terhadap Aksi Demonstrasi
Kabar Kilas

Problematika Adaptasi Mahasiswa di Lingkungan Baru Sejak PTM

Ilustrasi problematika adaptasi mahasiswa di lingkungan baru sejak PTM. [BP2M/Hasnah]

Perkuliahan tatap muka (PTM) di Universitas Negeri Semarang (Unnes) telah berjalan selama kurang lebih satu bulan. Beberapa mahasiswa mengakui mengalami perubahan kebiasaan ketika berada di rumah dan di lingkungan baru.

Salah satunya Agus Sucipto Mahasiswa Program Studi Farmasi angkatan 2020. Ia mengaku perubahan signifikan yang dirasakan adalah perihal pola makan. Ketika tinggal di rumah ia terbiasa makan tiga kali dalam sehari, tetapi semenjak berpindah ke indekos pola tersebut berubah menjadi dua kali dalam sehari.

“Ada, biasanya kalo di rumah makan teratur banget, kaya pasti tiga kali sehari, kalo di kos kaya mau makan pagi males jalan jadinya yaudah dirapel sama makan siang, itupun siangnya siang banget. Jadinya paling makan sehari dua kali,” katanya (17/11). Ia juga menuturkan bahwa sempat merasa bingung ketika mencari makanan di sekitar Unnes walaupun jenis makanan yang dijual cukup beragam.

Mahasiswa Merasa Homesick dan Burnout

Dikutip dari health.detik.com, peneliti Chris Thurber dan Edward Walton menyatakan homesick disebabkan oleh pemisahan dirinya dengan rumah atau objek-objek tertentu. Sementara burnout diartikan sebagai kondisi kelelahan mental akibat akumulasi stres.

Zeti Pazita Mahasiswi Prodi Geografi mengatakan terlalu memanjakan diri justru akan membuatnya terserang homesick. “Tapi kalo kita terus ‘memanjakan diri’ ga bakal berkembang, ga bakal mandiri. Yang ada malah homesick,” jelasnya (17/11).

Agus juga merasakan fenomena ini. Sebagai mahasiswa peralihan online ke offline dirinya mengaku pada awal kepindahannya ke indekos ia sempat mengalami homesick dan burnout. Hal tersebut terjadi akibat kesibukan praktikum dan banyaknya kegiatan kepanitiaan yang dijalaninya.

“Kayanya sebulan lalu jadi tiba-tiba homesick sama burnout parah, mungkin karena lagi praktikum offline sama banyak kepanitiaan juga jadi sempet burnout sama homesick banget,” ujarnya.

Selaras dengan Agus, homesick juga dirasakan oleh Novia Rahmawati Mahasiswi Prodi Pendidikan Ekonomi Koperasi. Pribadi Novia yang dekat dengan ibu, membuat dirinya merasakan homesick.

“Pasti lah Kak, apalagi emang Novia deket banget sama ibu yang ke mana-mana selalu sama ibu. Pas sekalinya jauh, bener-bener hampir tiap hari nelpon,” ucap Novia (17/11).

Ia menjelaskan banyak sekali perubahan ketika berada di lingkungan baru. Ia merasa kesulitan untuk menyesuaikan diri di indekos sehingga memutuskan untuk tinggal sementara bersama keluarganya yang berada di Demak.

“Cuma bertahan di kos seminggu karena memang belum ada kenalan. Temen-temen juga belum ada yang di Unnes sama gak ada transportasi gitu. Jadi waktu itu emang berat banget bertahan di Unnes Kak jadi mutusin buat ke tempat keluarga di Demak,” katanya.

Komunikasi Jadi Hal Penting Selama Beradaptasi

Di sisi lain, komunikasi menjadi permasalahan dalam adaptasi mahasiswa di lingkungan baru. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Pandaleke dkk, disebutkan bahwa komunikasi sosial berperan dalam proses pengaruh-mempengaruhi untuk mencapai keterkaitan sosial yang dicita-citakan antar individu yang ada di masyarakat.

Masih dalam penelitian yang sama disebutkan bahwa ketika bertemu dengan orang lain, manusia menyampaikan pesan kepada individu berdasarkan pemikiran mereka. Berkaitan dengan teori interaksi simbolik dalam studi komunikasi, perspektif interaksi ini menganggap setiap individu di dalam dirinya memiliki esensi kebudayaan, berinteraksi di tengah sosial masyarakatnya, dan menghasilkan makna “buah pikiran” yang disepakati secara kolektif.

Vicky Rosyid Hidayat Mahasiswa Teknik Arsitektur mengungkapkan bahwa ia merasa terdapat perbedaan mendasar dalam proses komunikasi secara online dan offline. Di antaranya seperti rasa canggung dan timbulnya prasangka yang tidak seharusnya muncul.

“Untuk komunikasi dengan teman sih waktu pertama kali bertemu ya agak sedikit canggung tapi setelah itu ya komunikasi tetap bisa lancar lah karena sudah saling mengenal waktu online. Perbedaanya ya waktu online lebih sering salah komunikasi dan kadang ada prasangka-prasangka yang tidak seharusnya muncul. Tapi setelah ketemu secara offline kita bisa menilai bahwa sisi baik orang sebenernya masih ada, hanya kita tidak mengetahuinya saja,” ungkap Vicky (17/11).

Menurutnya, mahasiswa memerlukan persiapan ketika berada di lingkungan baru. Ia menambahkan bahwa salah satu persiapan yang dibutuhkan untuk bertahan di lingkungan baru adalah persiapan mental yang kuat untuk hidup sendiri.

“Yang dipersiapkan mungkin ya mental aja sih, karena kan ya kuliah offline pasti jauh berbeda dari online jadi butuh mental yang lebih pastinya. Dan untuk yang ngerantau juga kan ya butuh effort lebih kalau mau ke kampus, baik itu dari jarak, biaya, dan juga rasa kangen karena harus ninggalin keluarga dan orang terdekat pastinya butuh mental yang kuat untuk itu,” tambahnya.

 

Reporter: Haeva & Zahwal

Editor: Asyifa

    Tinggalkan Balasan

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *