Diskusi Kepada Tanah: Tetap Berjalan di Tengah Ancaman Polisi
Kabar Kilas

Diskusi Kepada Tanah: Tetap Berjalan di Tengah Ancaman Polisi

Jumat (18/2) Jejaring Solidaritas, sebuah gerakan kolektif yang mengangkat isu perampasan ruang hidup, menggelar diskusi Kepada Tanah bersama Jaringan Warga Jawa Tengah di Kedai Wakamsi, Semarang. Semula, diskusi akan diselenggarakan di Matera Cafe. Namun, Kepolisian Resor Kota Besar (Polrestabes) Semarang meminta pihak kafe untuk membatalkan diskusi. Alhasil, diskusi tersebut dialihkan ke Kedai Wakamsi yang letaknya tak jauh dari lokasi awal.

Menurut informasi dari akun Instagram @lbhsemarang, terdapat upaya pembubaran diskusi oleh Polrestabes Semarang. Selain itu, ada pula ancaman penyegelan lokasi apabila diskusi tetap dilangsungkan. 

Kabar tersebut dibenarkan oleh pemilik Matera Cafe, Bagaskara. Sebelum diskusi, pihaknya sempat ditemui anggota kepolisian. Ia disarankan untuk membatalkan diskusi di kafenya. Penyelenggara kegiatan pun memilih untuk menggeser tempat diskusi di lokasi yang tak jauh dari  Matera Cafe.

“Dibatalkan emang karena dari kepolisian (mengatakan) isunya masih panas takutnya ada kejadian yang mengganggu masyarakat sekitar juga,” katanya. 

Walaupun demikian, Pujo Nugroho–penyelenggara kegiatan–mengungkapkan bahwa kegiatan tetap berjalan dengan baik, meskipun sempat dialihkan ke lokasi lain. Hanya saja, waktu pelaksanaan diskusi mundur dan tidak sesuai dengan rundown kegiatan.

“Secara keseluruhan enggak berpengaruh apa-apa, cuma tadi hanya secara teknis ada gangguan sedikit,” sambungnya.

Secara garis besar, diskusi ini membahas tentang isu perampasan lahan dan pencemaran lingkungan. Di samping itu, ada juga kegiatan screening Film Wadas Tetap Waras. Kegiatan tersebut menjadi bagian dari pembukaan Pameran Kopi Wadas yang digelar di tujuh lokasi, seperti Bali, Semarang, Bandung, Batu, Jakarta, dan Yogyakarta

Selain mendatangkan warga Wadas, diskusi ini juga menghadirkan warga dari daerah yang mempunyai masalah serupa dengan Wadas, seperti Batang, Surokonto, Sukoharjo, Kedungombo, dan Dieng. Tujuannya, agar warga saling memaparkan keadaan di wilayah masing-masing. 

Hirman, warga Sukoharjo sekaligus ketua Gerakan Peduli Lingkungan (GPL) Sukoharjo, menyambut baik adanya kegiatan ini. Menurutnya, selain dapat menyebarluaskan isu, kegiatan seperti ini dapat memperluas relasi antarwarga dari daerah lain yang bernasib sama: tertindas akibat pembangunan.

“Untuk kegiatan seperti ini bagus. Intinya untuk menambah kawan dan memberikan informasi kepada yang lain,” ungkapnya.

Menurut Cornel Gea selaku anggota Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang, diskusi ini menyuguhkan cerita lain dari warga yang terdampak pembangunan guna memotret krisis yang terjadi di Wadas. Ia menambahkan bahwa hal tersebut penting untuk mempertanyakan dan mengevaluasi hal yang salah dari demokrasi sekarang.

“Untuk mempertanyakan kembali atau mengevaluasi ulang apa yang salah dari demokrasi kita, kenapa bisa ada peristiwa di Wadas,” pungkasnya.

 

Reporter: Adinan, Rosida

Editor: Laili

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *