BeritaKabarKilas

Dianggap Mampu Berikan Payung Hukum Bagi Pekerja Rumah Tangga, Massa Aksi Desak Pengesahan RUU PPRT

Jika pekerja rumah tangga masuk ke dalam golongan pekerja maka mereka akan mendapat hak-haknya sebagai pekerja, seperti kesehatan dan ketenagakerjaan. Pernyataan itu diucapkan oleh Nur Khasanah, Ketua Serikat Rumah Tangga (SPRT) Merdeka Semarang, ketika menekankan pentingnya pengesahan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) pada aksi peringatan hari Pekerja Rumah Tangga (PRT) Nasional di depan Gedung Dewan Perwakilan Daerah (DPRD) Jawa Tengah, Rabu (15/02). 

Menurut Nur, selama ini para PRT belum mendapatkan pengakuan sebagai pekerja. Mereka masih dianggap sebagai “pembantu”. Penyebutan itulah yang membuat mereka luput dari perlindungan, sehingga tidak mendapatkan hak yang sama dengan para pekerja lain. “Selama ini PRT bekerja di luar perlindungan. Jika terjadi kecelakaan kerja, maka tidak ada (hukum) yang melindungi,” tuturnya.

Untuk mengatasi itu Nur mendesak agar pemerintah segera mengesahkan RUU PPRT. RUU yang berisi 23 pasal itu dianggap mampu memberikan perlindungan hukum yang lebih memadai kepada para PRT. Pasalnya, produk hukum yang saat ini ada, seperti Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT) maupun Undang-Undang Ketenagakerjaan belum memberikan perlindungan hukum bagi para PRT.

“Perlindungan terhadap PRT hanya ada dalam RUU PPRT. Kami sangat mengharapkan RUU PPRT segera disahkan,” ucapnya.

RUU PPRT sama pentingnya dengan hak ketenagakerjaan. Keduanya sama-sama berusaha untuk melindungi hak asasi manusia. Menurut Nur, RUU PPRT tidak hanya melindungi pekerja rumah tangga saja namun juga melindungi majikan karena dalam pasal-pasal yang tercantum juga terdapat hak dan kewajiban pemberi kerja.

Surti, seorang PRT yang juga tergabung dalam SPRT Merdeka Semarang mengaku sudah 15 tahun bekerja sebagai pekerja rumah tangga, tetapi hak-haknya sebagai pekerja pada umumnya belum terpenuhi. Menurutnya, itu terjadi karena selama ini belum adanya perjanjian kerja di atas kertas bagi PRT sepertinya. Hal seperti itulah yang diatur dalam RUU PPRT.

“Saya berharap ada jaminan sosial. Sebagai PRT, kami bisa mengalami kecelakaan saat bekerja. Ketika kami opname mengeluarkan uang, majikan tidak memperdulikan, kami masih berobat sendiri,” ujarnya.

Belasan peserta aksi yang merupakan gabungan dari lembaga SPRT Merdeka Semarang, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (Apik) Semarang, Legal Resource Center untuk Keadilan Jender dan Hak Asasi Manusia (LRC-KJHAM), serta Grup Penyintas Kekerasan Rumah Tangga itu mulai meninggalkan lokasi pada pukul 11.30 WIB. 

 

Reporter: Nur khamimah (Magang), Siti Nur Jasmine Ramadhani (Magang)

Editor: Iqda Nabilatul Khusna

Comment here