Relaksasi UMKM di Tengah PPKM Darurat
Opini Ulasan

Relaksasi UMKM di Tengah PPKM Darurat

Ilustrasi Relaksasi UMKM di Tengah PPKM Darurat [BP2M/Hasnah]

Oleh: Jihan Arkani Fauziyah*

Indonesia tercatat sebagai salah satu negara dengan kasus harian tertinggi di dunia. Dilansir dari Pikiran-rakyat.com Indonesia menempati peringkat pertama dengan kasus Covid-19 tertinggi di dunia sebanyak 47.899 per 14 Juli 2021. Alasan tersebut mendasari pemerintah untuk menerapkan kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang bersifat darurat. Hingga kini, PPKM telah sampai pada level 4 yang diperpanjang sampai 9 Agustus mendatang. Aturan tersebut tertuang dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) Nomor 22 Tahun 2021. Kebijakan tersebut diterapkan setelah Presiden dan jajarannya mempertimbangkan aspek ekonomi, sosial, serta aspek kesehatan.

Penyesuaian dalam aturan PPKM darurat level 4 diantaranya (1) Pasar yang menjual sembako diperbolehkan untuk buka seperti biasa dengan protokol kesehatan yang ketat; (2) Pasar yang menjual selain kebutuhan pokok buka dengan kapasitas maksimal 50 persen sampai pukul 15.00; (3) Pedagang kaki lima, toko kelontong, agen atau outlet voucher, pangkas rambut, laundry, pedagang asongan, cucian kendaraan, bengkel kecil serta usaha kecil lain yang sejenis diizinkan buka hingga pukul 21.00 disertai protokol kesehatan yang ketat; (4) warung makan, pedagang kaki lima, lapak jajanan, dan sejenisnya yang memiliki tempat usaha di ruang terbuka diizinkan buka hingga pukul 20.00 dan maksimal waktu makan pelanggan 20 menit dengan protokol kesehatan yang ketat.

Kebijakan perpanjangan masa PPKM darurat berimbas pada berbagai bidang. Salah satu bidang yang terdampak adalah bidang ekonomi. Dikutip dari Republika.co.id Bank Dunia menetapkan Indonesia menjadi negara dengan kelas menengah ke bawah atau lower middle income per 1 Juli. Padahal tahun lalu, Indonesia berada pada kelas negara berpendapatan menengah ke atas. Penyebabnya ialah menurunnya kondisi ekonomi akibat pandemi Covid-19 yang berdampak pada UMKM serta adanya peningkatan klasifikasi oleh bank dunia.

UMKM memberikan kontribusi yang besar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) di perekonomian sebesar 61.07 persen. Kontribusi tersebut juga turut menyerap 97 persen total tenaga kerja yang ada. Oleh karenanya, kemerosotan pertumbuhan ekonomi akibat pandemi salah satu penyebab terbesarnya berawal dari lesunya UMKM. UMKM sangat perlu diperhatikan pada masa pandemi Covid-19 karena merupakan penyumbang terbesar PDB dan penyerap tenaga kerja.

Kondisi UMKM di Kala Pandemi Covid-19

Berdasarkan survei Badan Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP) mencatat bahwa UMKM mengalami cukup banyak kendala di masa pandemi, salah satunya kesulitan membayar biaya sewa tempat usaha. Selain itu pelaku UMKM juga merasakan kesulitan pembayaran gaji karyawan dan menurunnya permintaan serta penawaran dari konsumen. Dari kondisi tersebut terlihat bahwa mayoritas pelaku UMKM adalah kaum menengah ke bawah yang terdampak secara signifikan akibat pandemi Covid-19.

Untuk menekan angka kerugian, UMKM melakukan sejumlah upaya untuk mempertahankan usahanya. Strategi mempertahankan ‘napas’ UMKM di kala pandemi ialah perbaikan kualitas layanan dan kualitas produk serta mengoptimalkan peran teknologi.  Mereka melakukan langkah efisiensi dari penurunan produksi, mengurangi karyawan dan pemasaran. UMKM tidak dapat terus berkiprah di kancah ekonomi jika tidak berinovasi. Inovasi tersebut berupa peralihan penjualan ke sektor e-commerce.

Para pelaku UMKM melebarkan sayapnya pada e-commerce atau perdagangan elektronik.  Hal tersebut dilakukan guna menjangkau konsumen hingga menembus pasar ekspor. Hasil survei Katadata Insight Center (KIC) menunjukkan 72 persen pelaku UMKM dapat memperluas jaringan pasar setelah beralih ke online. Shopee, Tokopedia, Bukalapak dan Lazada menjadi kanal e-commerce yang paling banyak dipilih. Kemudian media sosial seperti Instagram, Facebook serta situs Website. Selain melalui e-commerce, pelaku UMKM juga perlu berinovasi dalam produksi barang dan jasa berdasarkan permintaan pasar. Ide–ide dan inovasi baru yang dijalankan oleh UMKM diharapkan dapat membantu menyelesaikan masalah sosial dan ekonomi masyarakat akibat pandemi Covid-19.

Meskipun telah menunjukkan pemulihan, UMKM tetap memerlukan dukungan positif dari pemerintah. Perhatian yang diberikan Pemerintah terhadap UMKM di Indonesia cukup baik. Dukungan tersebut berupa insentif melalui program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Pada tahun 2020 program tersebut tercatat telah berhasil menjadi dorongan bagi UMKM untuk bertahan di masa pandemi. Dilansir dari Nasional.tempo.co pemerintah akan memberikan sejumlah bantuan sosial (bansos) selama PPKM level 4. Beberapa bantuan sosial di antaranya kartu sembako, bantuan beras, bantuan UMK sebesar 1,2 juta, bebas PPN sewa toko, dan lain sebagainya.

Menurut keterangan Kepala Biro Humas Kementerian Sosial yang dikutip dari Kompas.com, hingga kini bantuan berupa kartu sembako/BNPT, Bansos Tunai/BST, dan bantuan beras telah berlangsung selama tiga minggu. Selain itu pemerintah juga akan memperpanjang pemberian subsidi listrik selama tiga bulan pada Oktober-Desember 2021 mendatang.

Relaksasi dan Problematika

Penerapan PPKM level 4 digunakan sebagai ajang relaksasi bagi para pelaku UMKM. Pasalnya selama PPKM berlangsung pendapatan UMKM terus menurun. Relaksasi ditujukan pada pelaku usaha pedagang sembako dan pasar rakyat yang diberi dispensasi. Selain itu dikutip dari Djpb.kemenkeu.go.id pemerintah memberi stimulus berupa relaksasi bagi para UMKM yang sudah menjadi debitur Kredit Usaha Rakyat (KUR). Relaksasi tersebut berupa kelonggaran pemenuhan persyaratan administrasi dalam proses pengajuan KUR serta kelonggaran pembayaran angsuran bunga/margin KUR.

Hal tersebut dapat dikategorikan sebagai langkah awal penggerak roda perekonomian Indonesia. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa sebanyak 84 persen UMK dan 82 persen UMB mengalami penurunan pendapatan. Hal tersebut cukup membuat para pelaku UMKM mengencangkan ikat pinggang. Agar pengorbanan yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia tidak sia-sia, perlu pengetatan dan pembenahan prosedur PPKM. Evaluasi serta pelaksanaan peraturan baru harus benar dilaksanakan secara ketat demi menurunkan angka penyebaran Covid-19.

Pemberlakuan PPKM setidaknya telah membuahkan hasil. Menurut keterangan Gubernur Jawa Barat yang dikutip dari Cnnindonesia.com, PPKM berhasil menekan laju penyebaran Covid-19. Ia mencontohkan sebelum PPKM diterapkan, rasio keterisian tempat tidur (BOR) di rumah sakit rujukan Covid-19 mencapai 91 persen. Namun per 28 Juli 2021 angka BOR menyentuh 62.44 persen. Pemerintah tidak bisa terus mengandalkan PPKM. Jika PPKM terus diperpanjang dampaknya akan sangat besar pada sektor ekonomi.

Pemberlakuan PPKM diharapkan dapat menurunkan angka penyebaran Covid-19 mengingat kencangnya pengorbanan yang dilakukan oleh pelaku UMKM. Mayoritas pelaku UMKM adalah kaum menengah ke bawah sehingga akan sulit di masa pandemi jika pendapatan terus lesu. Solusi dari tantangan pemulihan UMKM dapat dimulai dari pemberian insentif yang tepat sasaran sehingga UMKM dapat bertahan menghadapi dampak pandemi Covid-19.

Namun pemberian dana bantuan sosial dari pemerintah kerap mengalami kendala klasik. Mulai dari pemberian bansos yang tidak tepat sasaran dan tidak akurat hingga korupsi yang dilakukan oleh jajaran pemerintahan membuat problematika PPKM semakin pelik. Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat bahwa sepanjang tahun 2020 terdapat 107 kasus korupsi bansos di 21 daerah.

Untuk menyikapi hal tersebut pemerintah dapat melakukan proses verifikasi dan validasi data secara rutin penerima bansos. Tujuannya untuk memperbarui data penerima sehingga bansos dapat tepat sasaran dan akurat. Pengawasan yang masif juga perlu dilakukan guna menghindari pemotongan dan pungutan liar. Pengawasan dan proses transparansi keuangan selama pandemi perlu terus diupayakan sehingga efektivitas bantuan dapat meningkat.

Selain itu percepatan dan pemenuhan vaksinasi bagi masyarakat juga diperlukan untuk membangun kepercayaan dan optimisme masyarakat untuk bangkit. Pemerintah diharapkan terus meningkatkan program vaksinasi secara merata terutama di daerah terpencil, agar semua lapisan masyarakat mampu mencapai herd immunity.

Jihan Arkani Fauziyah [BP2M/Tria]
*Mahasiswi Pendidikan Geografi Unnes 2019

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *